Berita / Serba-Serbi /
Dua Maling Sawit Dibebaskan Sebelum Disidang, ini Alasannya
Ekspose perkara humanis di wilayah hukum Kejati Sumut bersama JAM Pidum RI. foto: ist.
Medan, elaeis.co - Kurniawan Aji Subekti alias Wawan dan M Soleh Siregar cukup beruntung. Meski sudah menyandang status tersangka, perkara keduanya batal dilimpahkan ke pengadilan.
Itu setelah JAM Pidum Kejagung RI Dr Fadil Zumhana didampingi Direktur TP Oharda Agnes Triani serta tim menyetujui usulan penghentian penuntutan 2 perkara humanis asal wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut).
Penghentian penuntutan kedua perkara lewat pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) tersebut setelah Kajati Sumut Idianto didampingi Wakajati Joko Purwanto, Aspidum Luhur Istighfar, para Kasi dan staf di Pidum, Kasi Penkum Yos A Tarigan melakukan ekspos perkara secara virtual dari Lantai II Kantor Kejati Sumut di Medan.
Ekspos perkara juga diikuti Kajari Asahan Dedyng Wibiyanto Atabay dan Kajari Simalungun Irfan Hervianto didampingi masing-masing Kasi Pidum serta JPU yang menangani perkara tersangka.
Kasi Penkum Kejati Sumut, Yos menjelaskan, tersangka Wawan kesehariannya merupakan penggembala lembu di Kabupaten Asahan.
"Dia sebelumnya disangka melakukan tindak pidana pencurian 8 Tandan Buah Segar (TBS) sawit di areal perkebunan milik PTPN III Sei Dadap dan dijerat pidana Pasal 107 huruf (d) jo Pasal 111 UU No 11 Tahun 2014 tentang Perkebunan," ungkapnya.
Perkara kedua berasal dari Kejari Simalungun. Soleh juga disangka melakukan pencurian 5 TBS di Afdeling III PTPN IV Bah Jambi yang dijerat sangkaan kesatu, Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHPidana atau kedua Pasal 107 huruf (d) UU Perkebunan.
"Alasan penghentian penuntutan dengan pendekatan Keadilan Restoratif yaitu tersangkanya baru pertama kali melakukan tindak pidana dan jumlah kerugian akibat tindak pidana yang dilakukan tersangka di bawah Rp 2,5 juta. Ancaman hukumannya juga di bawah 5 tahun penjara, serta adanya perdamaian antara tersangka dengan korban yang direspons positif oleh keluarga," paparnya
Dia menambahkan, penghentian penuntutan dilakukan ketika antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
"Proses pelaksanaan perdamaian disaksikan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan difasilitasi Kajari, Kacabjari, dan jaksa yang menangani perkaranya," tegasnya.
Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula agar tidak ada rasa dendam di kemudian hari.
"Ketika tersangka dan korban berdamai, maka sekat yang memisahkan persaudaraan atau rasa dendam dan benci yang tertanam bisa dicairkan agar tidak sampai membeku dan menciptakan permusuhan yang berkepanjangan," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :