Berita / Sumatera /
Dua Kades Dinilai Kucing-kucingan dengan WSSI
Kesepakatan antara PT WSSI dengan masyarakat yang hanya dihadiri Kades Buatan I dan Buatan II di Pekanbaru. (Foto: Riauterkini)
Siak, Elaeis.co - Perselisihan antara masyarakat Kampung Buatan I dan Buatan II dengan PT Wana Subur Sawit Indah (WSSI) kian menjadi pusat perhatian. Soalnya, pada 11 Agustus lalu kedua penghulu kampung itu melakukan pertemuan dan menjalin kesepakatan kerjasama dengan manajemen perusahaan di salah satu hotel di Kota Pekanbaru, Riau.
Pertemuan itu tidak melibatkan Pemerintah Kecamatan Koto Gasib. Hanya beberapa orang masyarakat di dua kampung itu dan Anggota DPRD Siak, Roby Cahyadi yang dihadirkan dalam pertemuan tersebut.
Kesepakatan keduanya pun membikin sejumlah pihak tanda tanya. Termasuk Wakil Ketua DPRD Siak, Fairus.
Menurut Politisi PAN tersebut, kesepakatan itu terkesan dipaksakan. Soalnya hanya melibatkan dua kampung saja. Padahal, areal perkebunan kelapa sawit PT WSSI berada di empat kampung di daerah Kecamatan Koto Gasib.
"Kenapa hanya dua kampung saja yang ikut pertemuan itu. Kampung Rantau Panjang dan Sri Gemilang kok enggak dilibatkan. Orang kecamatan, juga tak dilibatkan. Ada apa?," kata Fairus saat bincang-bincang dengan Elaeis.co, Rabu (18/8).
Terus, yang membikin Fairus makin tanda tanya, hasil kesepakatan hingga kini belum disosialisasikan kepada masyarakat. Bahkan, hasil pertemuan juga tidak diberikan kepada pemerintah kecamatan.
"Nah, saya menilai kedua belah pihak kucing-kucingan untuk membikin kesepakatan itu. Kalau dugaan saya ini tidak benar, buktikan. Berikan alasan yang bisa kita terima, kenapa pertemuan itu di Pekanbaru, kenapa tak dilibatkan pemerintah kecamatan dan kabupaten dalam pertemuan itu. Emangnya, yang hadir saat pertemuan itu mau tanggungjawab, jika nanti perusahaan tidak ingkar janji lagi," kata Fairus.
"Kalau mau, bikin surat perjanjiannya di atas materai dengan masyarakat, kalau nanti perusahaan tidak tepat janji, mereka yang hadir saat pertemuan itu yang bertanggungjawab menanam sawit masyarakat dan siap di bawa ke ranah hukum," tambah Fairus.
Menurut Fairus, isi hasil kesepakatan itu sangat ditunggu oleh masyarakat, termasuk pemerintah daerah. Sebab, sudah 20 tahun lamanya masyarakat dibohongi perusahaan tersebut.
"Tentu ditunggu, apa-apa saja hasil kesepakatan itu. Kalau lah janji perusahaan hanya 1 hektare per KK, saya rasa hal itu tidak perlu ada perjanjian, sebab, itu sudah kewajiban perusahaan menyerahkan sekitar 20-30 persen dari luas lahan yang dikelola ke masyarakat untuk dijadikan kebun plasma. Tapi, yang diminta masyarakat saat ini 2 hektare per KK. Tambahan satu hektare lagi itu sebagai kompensasi atas 20 tahun janji perusahaan ke masyarakat yang belum ditepati," kata dia.
Sementara, Camat Koto Gasib, Dicky Syofyan mengaku sampai saat ini pihaknya masih menunggu hasil kesepakatan tersebut. "Saya sudah komunikasi dengan kedua penghulu kampung tersebut. Namun, hingga saat ini belum diserahkan hasil kesepakatan itu," kata dia.
Dicky juga menilai, pemanggilan yang dilakukan manajemen perusahaan terhadap kedua penghulu kampung tadi, terkesan asal-asalan. Soalnya tanpa surat resmi.
"Kabarnya ada yang dipanggil via WhatsApp dan telepon seluler. Asal comot saja. Mestinya kan pakai surat resmi. Dan yang membikin saya tak habis pikir, kenapa pertemuan itu di Pekanbaru. Kok enggak di Siak saja. Terus kenapa tidak melibatkan pemerintah daerah. Sebelum-sebelumnya dilibatkan kok. Jangan terkesan comot sana-sini, terus bikin kesepakatan tanpa ada pertimbangan apa pun," tegasnya.







Komentar Via Facebook :