https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Dua Isu Klasik Terus Digoreng Buat Hantam Sawit

Dua Isu Klasik Terus Digoreng Buat Hantam Sawit

Ilustrasi (Int.)


Medan, Elaeis.co - Kelompok anti sawit terus memakai isu lingkungan, kesehatan, HAM, dan ketenagakerjaan, untuk mendiskreditkan sawit. Berbagai tudingan yang menyudutkan terus didaur ulang untuk menggoyang pasar sawit.

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Dr Ir Tungkot Sipayung, mengatakan, dari sederet isu klasik itu, dua isu yang harus mendapat perhatian serius dari stakeholder sawit adalah keberlanjutan dan kesehatan.

"Selain isu deforestasi, yang juga perlu dikhawatirkan adalah masalah kontaminan 3-monochlorpro-pandiol ester atau 3-MCPD Ester dan glycidol esters atau GE," katanya kepada Elaeis.co, Jumat (6/8).

Isu kontaminan mencuat sekitar akhir tahun 1990-an hingga awal dekade 2000-an setelah sejumlah penelitian yang dilakukan pihak asing menemukan kandungan 3-MCPD Ester dan GE yang melebihi ambang batas di minyak sawit produksi Malaysia.

"Hasil penelitian di Malaysia itu lalu dijadikan isu bersama, terutama di Eropa dan Amerika Serikat, untuk menolak sawit," kata Tungkot.

Isu kontaminan sempat reda. Beberapa saat sebelum dunia dilanda pandemi, sejumlah peneliti Jepang melakukan penelitian terhadap rantai pasok sawit yang diproduksi sejumlah negara produsen. 

"Isu deforestasi dan kontaminan 3-MCPD Ester dan GE bangkit lagi. Tak hanya Eropa dan Amerika, Jepang pun jadi ikut-ikutan memperhatikan isu lingkungan dan kesehatan," sebutnya.

"Isu HAM dan isu lain enggak terlalu kencang lagi ditiupkan negara-negara itu," tambahnya.

Tungkot sendiri mengaku telah membaca hasil penelitian peneliti Jepang yang sudah tersebar luas di dunia. "Saya merasa miris, hebat juga orang Jepang ini, sudah ikut-ikutan menggerogoti sawit kita," ucapnya.

Dia mengingatkan stakeholder sawit tidak membiarkan kedua isu itu terus digoreng. "Kalau tidak di-counter, maka pandangan konsumen global terhadap sawit akan menjadi minor," tukasnya.

Stakeholder sawit, terutama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), menurutnya, harus mengalokasikan dana yang maksimal untuk melakukan edukasi sawit baik di dalam maupun luar negeri. 

"Tolonglah, jangan pelit-pelit orang sawit," ujarnya.

Menurutnya, sejauh ini tidak ada satu pun riset di dalam negeri yang bisa membuktikan hahwa hasil penelitian Jepang dan negara lainnya terkait isu lingkungan dan kontaminan adalah salah.

"Adakah hasil riset yang bisa meng-counter dua isu itu? Tidak ada, kan? Makanya BPDPKS harus mendanai penelitian-penelitian seperti itu. Penelitian soal biodiesel atau inovasi lainnya, biarlah dilakukan pihak industri sawit atau industri yang terkait," tandasnya. 

Terkait isu deforestasi, dia mendesak BPDPKS mendanai penelitian untuk membuktikan bahwa yang dilakukan perkebunan sawit adalah reforestasi. "Penelitian itu akan semakin mengena bila dikaitkan dengan stok karbon yang ada. Masalahnya, kan enggak pernah kita buktikan masalah itu secara serius," sindirnya.

Untuk menghempang isu kontaminan 3-MCPD Ester dan GE, menurutnya, BPDPKS bisa membiayai penelitian untuk mencari teknik agar perkebunan sawit bisa menekan asam lemak bebas (ALB) di bawah 3 persen.

"Hasil penelitian itu nantinya bisa menjadi rujukan bagaimana mengelola perkebunan sawit agar tidak menghasilkan kontaminan 3-MCPD Ester dan GE yang melebihi ambang batas yang ditetapkan konsumen global," jelasnya.

BPDPKS juga diharapkan menambah alokasi untuk membiayai pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) yang memproduksi industry vegetable oil (IVO) atau bahan bakar nabati (BBN) di provinsi-provinsi sentra perkebunan sawit.

Menurutnya, salah satu penyebab naiknya ALB tandan buah segar (TBS) adalah lamanya antrian masuk PKS. "TBS itu terjaga ALB-nya maksimal dalam 24 jam. Kalau sudah bermalam, pasti ALB-nya di atas 3 persen. Kalau ALB naik, kadar kontaminan 3-MCPD Ester dan GE meningkat," bebernya.

"Nah, PKS IVO dibutuhkan untuk menyerap TBS yang mengandung ALB di atas 3 persen, supaya tidak masuk ke PKS yang memproduksi CPO untuk pangan. PKS IVO tidak pernah mempersoalkan rendah atau tingginya ALB, sebab peruntukannya sangat berbeda dengan PKS yang memproduksi CPO," imbuhnya.

Andai ada kelembagaan petani swadaya yang berniat mendirikan PKS IVO, Tungkot menyarankan segera diakomodir. "Jangan dipandang kalau PKS IVO ini adalah pesaing dari PKS CPO, karena pasarnya pun beda," tegasnya.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :