Berita / Nasional /
Dorong Partisipasi Petani Sawit, Insentif Biaya Sertifikasi ISPO Diperluas
Kepala Bidang Perkebunan GAPKI, Aziz Hidayat. Foto: ist.
Jakarta, elaeis.co – Pemerintah akan memperluas cakupan pembiayaan untuk sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sehingga tak lagi terbatas pada biaya audit.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebut langkah ini sebagai bentuk insentif nyata bagi pekebun sawit agar lebih mudah memenuhi persyaratan sertifikasi ISPO yang kini bersifat wajib.
“Pendanaan ISPO nantinya tidak hanya mencakup audit, tapi juga pra-kondisi seperti pembuatan STDB, Kesanggupan Keluaran Lingkungan, hingga pelatihan dan penguatan sistem pengendalian internal atau ICS,” ungkap Kepala Bidang Perkebunan GAPKI, Aziz Hidayat, dalam diskusi Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertajuk ‘Perpres 16/2025 ISPO untuk Industri Sawit Berkelanjutan’ di Wisma Tani, Jakarta Selatan, Rabu (4/6).
Menurutnya, perluasan skema pembiayaan ini menjadi jawaban atas kekhawatiran banyak pekebun yang selama ini menghadapi tantangan biaya untuk mengakses sertifikasi ISPO. Ia menegaskan, alokasi dana tersebut tidak hanya membantu proses audit, tetapi juga mendanai pelatihan, pendampingan teknis, hingga proses sterilisasi kebun sawit rakyat yang menjadi bagian dari persyaratan sistem pengendalian mutu.
“Ini bentuk insentif yang lebih komprehensif. Harapannya, pekebun tidak lagi terbebani biaya awal, sehingga partisipasi dalam sertifikasi ISPO meningkat,” lanjutnya.
Meski demikian, Aziz mengakui masih ada pertanyaan di kalangan pekebun mengenai manfaat ekonomi langsung dari sertifikasi ISPO. Beberapa pekebun bahkan berharap adanya harga premium layaknya sertifikasi RSPO yang berlaku untuk ekspor minyak sawit berkelanjutan secara global.
“Harus dipahami, ISPO itu regulasi wajib di Indonesia. Jadi berbeda dengan RSPO yang sukarela dan berbasis pasar. Justru karena sifatnya mandatory, maka pemerintah memberikan dukungan dalam bentuk insentif pembiayaan,” tegasnya.
Di sisi lain, GAPKI juga mendorong pemerintah segera membentuk pelaksana harian untuk memperkuat struktur kelembagaan ISPO yang telah diatur dalam Perpres 16/2025. Aziz mengingatkan, meskipun Perpres telah menetapkan bahwa koordinasi berada di tangan para Menteri Koordinator, dibutuhkan pihak operasional yang bisa bekerja secara teknis dan responsif.
“Kalau koordinasinya hanya di level Menko, saya khawatir kebijakan ini tidak efektif di lapangan. Perlu ada unit pelaksana harian yang benar-benar bisa bekerja penuh menangani sertifikasi ini,” jelasnya.
Ia menyebut struktur ISPO yang tertuang dalam peraturan terdiri dari organisasi ISPO, komite ISPO, unit kerja pendukung, dan sekretariat. Namun, hingga kini belum ada kejelasan mengenai siapa yang akan menjalankan fungsi operasional di lapangan.
“Strukturnya sudah ada di atas kertas, tapi unit kerja pendukung ini belum jelas siapa yang menjalankan. Padahal ini penting untuk memastikan program berjalan efektif,” pungkasnya.







Komentar Via Facebook :