Berita / Serba-Serbi /
Dibuat di Gresik, Lebih 1.000 Ton Pupuk NPK Oplosan Dijual di Sumbar
Polisi menunjukkan tersangka dan barang bukti pupuk oplosan hasil pengungkapan Polda Sumbar. Foto: Humas Polda Sumbar
Jakarta, elaeis.co - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (reskrimsus) Polda Sumatera Barat (Sumbar) menangkap ABR alias CM (55), warga Desa Wadeng, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Direktur CV ATM itu diduga melakukan tindak pidana memproduksi dan/atau memperdagangkan barang berupa pupuk jenis NPK merek Nt. PHOSKA yang tidak sesuai dengan label yang dicantumkan.
Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Dwi Sulistyawan, mengatakan, pupuk NPK yang tidak sesuai dengan label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang, ditemukan di tiga tempat di Sumbar. Yang pertama di kios pupuk TMS di Pasar Gadang Kenagarian Inderapura Barat, Kecamatan Pancung Soal, Kabupaten Pesisir Selatan.
Lalu di gudang PT STM di Nagari Koto Gaek, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, dan di sebuah gudang di Kenagarian Simpang Tanjung Nan IV, Kecamatan Danau Kembar, Kabupaten Solok.
Setelah melakukan penyelidikan hingga ke Jawa Timur, tim Reskrimsus Polda Sumbar akhirnya berhasil mengungkap kasus tersebut dan menangkap tersangka.
Turut disita barang bukti 13 ton atau 260 karung ukuran 50 kg produk pupuk merek Nt. PHOSKHA yang di produksi oleh CV. ATM GRESIK. Juga uang tunai sebesar Rp 13.200.000 yang merupakan uang pembayaran dari saksi YNS kepada tersangka atas pembelian pupuk merek Nt.PHOSKA sebanyak 11 ton pada tanggal 11 Agustus 2022.
"Tersangka mengakui sengaja mengurangi bahan baku N (nitrogen), P2O5 (fosfat), K2O (kalium) pada pupuk Nt PHOSKA untuk mendapatkan keuntungan," kata Dwi lewat keterangan resmi Divisi Humas Polri.
Direktur Reskrimsus Polda Sumbar, Kombes Adip Rojikan, menambahkan, pada label pupuk NPK merek Nt. PHOSKA tersebut tertulis nilai kandungan NITROGEN + 15%, FOSFAT + 15%, dan KALIUM + 15%. Namun setelah dilakukan uji sampel secara laboratoris di Balai Standardisasi Pelayanan Jasa Industri (BSPJI) di Medan, hasilnya berbeda.
"Berdasarkan hasil uji labor ditemukan bahwa nilai kandungan Nitrogen 0,13%, fosfor total (sebagai P205) 0,14%, dan Kalium (K2O) 0,13%," sebutnya.
"Menurut tersangka, jika pupuk tersebut diproduksi sesuai dengan label yang tercantum pada kemasan, maka produksinya memakan biaya lebih tinggi," tambahnya.
Dari keterangan tersangka dan saksi-saksi, pupuk tersebut didistribusikan dan atau diperdagangkan ke Provinsi Sumbar sebanyak lebih kurang 100 ton setiap bulannya sejak awal tahun 2021. Harga jualnya Rp 120.000 sampai Rp 150.000 per karung ukuran 50 kg.
Ditengarai sudah ratusan petani sawit dan karet yang memakai pupuk buatan tersangka.
"Akibat dari perbuatan tersangka dapat merugikan petani dan mengakibatkan hasil produksi perkebunan tidak maksimal," ujarnya.
Penyidik menjerat tersangka dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat 1 huruf f Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Ancamannya pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 milyar," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :