Berita / Sumatera /
Desak Transparansi Pengukuhan Kawasan Hutan, Ribuan Petani Kepung Kejati Riau
Ribuan masyarakat geruduk kantor Kejati Riau.(Dok)
Pekanbaru, elaeis.co - Ribuan petani yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat untuk Marwah Riau (KOMMARI) geruduk Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Kamis (20/11). Massa yang datang dari berbagai kabupaten itu menuntut adanya transparansi pengukuhan kawasan hutan yang menjadi dasar aktivitas Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menindak kebun petani.
Didepan kantor yang juga menjadi markas sekretariat Satgas PKH itu, massa menuntut lima tuntutan utama yang dinyatakan massa sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan dalam penertiban kawasan hutan dan pengelolaan lahan sitaan.
Sekretaris Jenderal KOMMARI, Abdul Aziz, menegaskan bahwa tuntutan ini muncul dari akumulasi persoalan yang mereka nilai telah mencederai keadilan dan mengabaikan hak-hak masyarakat. Terutama terkait penertiban kawasan hutan dan pengelolaan lahan sitaan.
Pertama, pihaknya mendesak Satgas PKH menunjukkan bukti pengukuhan kawasan hutan di Riau. KOMMARI meminta Satgas PKH membuka seluruh dokumen proses pengukuhan kawasan hutan Provinsi Riau, mulai dari SK 173 Tahun 1986 hingga SK 903 Tahun 2016.
"Bukti ini harus mencakup seluruh status kawasan, baik fungsi lindung/konservasi maupun kawasan hutan produksi. Selama bukti pengukuhan tidak dibuka secara transparan, tindakan Satgas PKH akan terus dianggap cacat prosedur dan merugikan masyarakat,” tegasnya.
Kemudian massa menuntut penghentian seluruh aktivitas Satgas PKH dan PT Agrinas Palma Nusantara jika bukti pengukuhan tadi tidak dapat ditunjukkan. Sebab KOMMARI menilai, selama dokumen legal pengukuhan kawasan hutan tidak dibuktikan, maka seluruh kegiatan Satgas PKH dan Agrinas beserta kerja sama operasionalnya (KSO) statunya tidak jelas.
Ketiga, massa menuntut transparansi Agrinas mengenai luas lahan sitaan dan pendapatannya. KOMMARI menuntut PT Agrinas Palma Nusantara membuka informasi kepada publik terkait total luas lahan sitaan yang dikuasai, lahan yang dikerjasamakan (KSO) dengan pihak ketiga, serta total pendapatan dari seluruh kebun-kebun sitaan tersebut.
Lalu, massa meminta Pemerintah Pusat untuk menjalankan Putusan MK 35/2012 terkait tanah ulayat. Aziz menegaskan bahwa pemerintah harus segera menata batas tanah ulayat masyarakat adat di Riau secara transparan dan melibatkan komunitas adat.
“Tanah ulayat tidak boleh diperlakukan sebagai kawasan hutan negara begitu saja. Putusan MK 35 itu final dan mengikat,” ujar Aziz.
Terakhir, massa meminta pemerintah menarik aparat bersenjata dari konflik lahan masyarakat. Sebab hal ini membuat masyarakat merasa takut, trauma dan tidak nyaman.
Abdul Aziz berharap dapat membuka mata para pemangku kebijakan bahwa keresahan masyarakat Riau bukan sekadar isu teknis, melainkan persoalan keadilan dan hak hidup.
“Ini suara rakyat Riau. Kami ingin hukum ditegakkan, bukan dijadikan alat menekan warga,” pungkasnya.







Komentar Via Facebook :