Berita / Kalimantan /
Delapan Warga Mirah Kalanaman Didakwa Curi Sawit Perusahaan, Kuasa Hukum Pertanyakan Legalitas Kepemilikan Lahan
Tim kuasa hukum delapan terdakwa kasus pencurian sawit perusahaan foto bersama usai sidang di PN Kasongan. Foto: ist.
Kasongan, elaeis.co – Majelis hakim Pengadilan Negeri Kasongan melanjutkan persidangan dengan terdakwa delapan warga Desa Mirah Kalanaman, Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.
Sebelumnya, para terdakwa diajukan ke persidangan dalam kasus pencurian buah sawit milik PT Bumihutani Lestari (PT BHL). Delapan terdakwa dalam perkara ini masing-masing Jepry P Lasse, Yohanes Berek, Arnis Laki Mbei, Stefanus Maf, Rioyanto, Jems Ferdinan, Batri Nabu, dan Aminuddin Goltom. Tujuh orang pertama didakwa melakukan pemanenan tanpa izin, sedangkan Aminuddin dituduh sebagai pihak yang menyuruh mereka melakukan pemanenan buah sawit di areal perusahaan.
Agenda persidangan masih seputar pemeriksaan saksi-saksi. Jaksa Penuntut Umum menghadirkan empat orang saksi dari pihak PT BHL. Masing-masing Asisten Manajer, Asisten Divisi II, Kanit Pengamanan, dan Danru Kepala Satpam Kerinci Estet.
Dalam persidangan terakhir ini, kuasa hukum para terdakwa mempertanyakan legalitas kepemilikan lahan perusahaan di Blok I29 yang menjadi lokasi pemanenan. Hal ini memantik perdebatan sehingga dalam persidangan sempat terjadi ketegangan antara jaksa dan tim kuasa hukum terdakwa. Bahkan majelis hakim sempat menyarankan agar kedua belah pihak mempertimbangkan jalan damai melalui musyawarah sebelum sidang memasuki tahap akhir pembuktian.
Kuasa hukum terdakwa, Jhon Silaban, menyampaikan bahwa keterangan para saksi tidak mampu membuktikan status kepemilikan lahan yang diklaim sebagai milik perusahaan. “Saksi dari manajemen PT BHL tidak bisa menunjukkan dokumen legal seperti sertifikat atau Hak Guna Usaha (HGU) atas Blok I29,” katanya dalam keterangan yang dikutip Ahad (17/8).
Menurutnya, berdasarkan peta yang diperlihatkan di persidangan, lokasi Blok I29 justru berada di luar batas area HGU perusahaan. Hal ini bahkan diakui oleh salah satu saksi dari pihak perusahaan sendiri saat ditanya langsung oleh kuasa hukum di hadapan majelis hakim.
Lokasi tersebut sebelumnya bahkan pernah disengketakan antara keluarga Aminuddin Goltom dengan PT BHL dan dimenangkan oleh pihak keluarga. Dia menduga, konflik lama ini menjadi latar belakang dilaporkannya kembali warga ke ranah hukum.
Dia juga menekankan bahwa dalam keterangan para saksi tidak ditemukan fakta bahwa Aminuddin Goltom menyuruh tujuh warga lainnya melakukan pemanenan. “Tidak ada perintah, tidak ada bukti, dan tidak ada alat bukti yang sah yang bisa menjelaskan bahwa ini pencurian,” ujarnya.
“Dalam persidangan, tidak ada keterangan saksi yang menyebutkan adanya perintah dari Pak Aminuddin. Bahkan saksi Danru security perusahaan yang masih ada hubungan keluarga dengan terdakwa pun tidak menyatakan hal itu,” tambahnya.
Jhon menilai dakwaan terhadap kliennya lemah karena tidak didukung dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana. Dia pun menyinggung kejanggalan dalam penanganan kasus ini. Meski ada aktivitas pemanenan yang dianggap ilegal, nyatanya tidak ada penangkapan langsung oleh petugas perusahaan saat kejadian berlangsung.
Menurut Jhon, pihak perusahaan membiarkan dugaan pencurian terjadi tanpa ada tindakan langsung di lapangan. “Kalau itu memang maling, kenapa tidak langsung ditangkap saat kejadian? Bahkan mereka membawa istri ke kebun, ini jelas bukan tindakan kriminal,” tambahnya.
Sidang akan kembali dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pemeriksaan tiga saksi tambahan dari jaksa. Setelah itu, kuasa hukum para terdakwa akan menghadirkan saksi-saksi a de charge untuk memperkuat pembelaan terhadap delapan warga yang kini sedang menjalani proses hukum.







Komentar Via Facebook :