https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Dari Limbah Tankos Sawit, Indonesia Bisa Hasilkan 1,6 Juta Ton Bioetanol Setahun

Dari Limbah Tankos Sawit, Indonesia Bisa Hasilkan 1,6 Juta Ton Bioetanol Setahun

Tankos sisa pengolahan TBS kelapa sawit. foto: ist.


Jakarta, elaeis.co – Indonesia tengah berpacu untuk mencapai target ambisius energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23% dalam bauran energi nasional pada tahun 2025, sebagaimana diamanatkan oleh Kebijakan Energi Nasional (KEN) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014.

Namun, hingga akhir 2024, capaian EBT Indonesia baru mencapai 14,1%. Di tengah kesenjangan ini, potensi besar yang tersembunyi, yaitu limbah kelapa sawit, mulai dilirik untuk mengejar ketertinggalan itu.

Menurut Roni Maryana, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kimia dari Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material BRIN, Indonesia memiliki kekayaan biomassa yang luar biasa besar. 

Salah satu sumber terbaiknya adalah tankos atau tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang selama ini kurang dimanfaatkan. Dalam keterangannya pada Sabtu (12/7), Roni menjelaskan bahwa biomassa jenis ini sangat ideal untuk dikonversi menjadi bioetanol generasi kedua (G2).

“Biomassa lignoselulosa dari limbah sawit berpotensi menghasilkan lebih dari 1,6 juta ton bioetanol per tahun. Ini angka yang sangat besar dan bisa menjadi tumpuan transisi energi bersih kita,” ungkap Roni.

Berbeda dengan bioetanol generasi pertama (G1) yang bersumber dari tanaman pangan seperti tebu, bioetanol G2 berasal dari limbah pertanian dan industri perkebunan, sehingga tidak menimbulkan konflik dengan ketahanan pangan nasional.

Dengan luasan perkebunan kelapa sawit yang mencapai jutaan hektar, limbah sawit di Indonesia diperkirakan mencapai 50 juta ton per tahun, menciptakan peluang besar untuk produksi biofuel berkelanjutan.

Sayangnya, produksi bioetanol G2 belum dikomersialisasikan secara luas di Indonesia. Padahal, peluang untuk mengintegrasikan produksi bioetanol G1 dan G2 sangat besar, terutama dalam mendukung implementasi Perpres No. 40/2023 tentang percepatan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati.

Menjawab tantangan ini, Roni dan timnya di BRIN telah merancang reaktor delignifikasi, teknologi untuk memisahkan lignin dari selulosa guna meningkatkan efisiensi konversi biomassa menjadi bioetanol.

“Kami mengembangkan dua teknologi utama, yakni reaktor portabel skala laboratorium untuk eksperimen paralel dan screw continuous reactor (SCR) skala pilot yang memungkinkan proses biomassa berjalan terus-menerus, efisien, dan ramah lingkungan,” jelas Roni.

Dengan pendekatan ini, bukan hanya potensi energi yang dibuka, tapi juga peluang ekonomi dan lapangan kerja berbasis teknologi hijau yang melibatkan daerah sentra sawit di seluruh Indonesia.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :