Pangkalan Bun, elaeis.co -- Di pinggiran Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di tengah hirup pikuk industri sawit yang masif di lingkungan PT Gunung Sejahtera Ibu Pertiwi-Agro Menara Rachmat (GSIP-AMR), terdapat sebuah “dapur inovasi” yang beraktivitas dengan tenang namun penuh potensi. Itulah fasilitas Research Center milik anak perusahaan Astra Agro Lestari tersebut, yang menjadi pusat perubahan nyata.

Ia merupakan satu-satunya produsen kecambah kelapa sawit di Kalimantan Tengah, dan telah diakui sebagai salah satu dari “20 sumber benih unggul” nasional. Reputasi ini menjadikan pusat riset yang terletak di Kecamatan Pangkalan Lada itu sebagai salah satu benteng utama dalam menjaga kualitas genetik dan produktivitas sawit Indonesia.

Nah, semua keunggulan dan potensi yang ada di sana diungkap secara detil dalam acara Visit Media pada Kamis siang, 30 Oktober 2025. Kunjungan sangat menarik bagi awak media yang difasilitasi segenap petinggi Media Relation AAL ini menghadirkan  Direktur AAL, Bandung Sahari.

Di sana, lewat program Reserch and Development (R&D) yang dimulai tahun 2008, makin terlihat jelas “blueprint” untuk sawit masa depan yang lebih produktif dan adaptif, dengan fokus pada rekombinasi tetua terbaik melalui program pemuliaan Reciprocal Recurrent Selection (RRS).

Yang makin menuai asa besar, pusat riset tersebut belum lama ini resmi menambah lagi “temuannya”, berupa varietas yang tahan penyakit ganoderma yang menakutkan industri sawit. Yaitu DxP AAL Lestari Moderat Resisten Ganoderma (MRG), DxP AAL Sejahtera MRG, dan DxP AAL Nirmala MRG.

Menurut Van Basten Tambunan, Leader Research Center GSIP-AMR, Ketiganya merupakan pengembangan lanjutan dari varietas AAL Lestari, AAL Sejahtera, dan AAL Nirmala, dengan tambahan keunggulan utama berupa tahan terhadap penyakit busuk pangkal batang tersebab jamur Ganoderma boninense.

Seperti diketahui, keunggulan trio varietas AAL sebelumnya yang telah disetujui pelepasannya oleh Kementan pada tahun 2000, di antaranya produktivitas tinggi di kisaran 30 ton TBS/hektare/tahun; laju tumbuh batang yang rendah di kisaran 45 cm sehingga memiliki umur ekonomis yang lebih panjang. “Untuk varietas baru ini, kita berhasil menambah keunggulan untuk melawan ganoderma,” ujar Basten.

Ketiga varietas tahan ganoderma tersebut telah mendapat persetujuan pelepasannya oleh Kementan pada Mei lalu. Namun sejauh ini, kata Basten, belum dipasarkan. “Sementara ini hanya dipakai untuk internal perusahaan karena jumlah produksinya belum mencukupi untuk dilempar ke pasar,” ia menambahkan. Produksi benih ini setahunnya baru berkisar 100.000-150.000 benih.

Peran besar kumbang kecil Afrika

Pada kesempatan itu, dipaparkan pula keberhasilan mengembangkan Elaeidobius kamerunicus, si kumbang mungil yang berperan besar membantu penyerbukan. Kumbang yang didatangkan dari Tanzania ini menggantikan tugas kumbang elaeidobius sebelumnya yang telah berkurang kemampuannya lantaran telah terjadi perkawinan sedarah yang berlangsung cukup lama.

Kumbang ini, yang dikenal sebagai penyerbuk utama kelapa sawit, telah diakui sebagai faktor kunci yang mendorong produktivitas perkebunan sawit nasional sejak introduksinya pada awal tahun 1980-an.

Sebelum kedatangan kumbang ini, perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sangat bergantung pada penyerbukan alami oleh angin dan beberapa serangga lokal. Hasilnya, tingkat pembuahan sawit sangat rendah, rata-rata hanya mencapai 40% atau kurang, menyebabkan kerugian produksi signifikan.

Nah, dengan peran E. kamerunicus, tercapai efisiensi penyerbukan yang luar biasa, berkisar 70%-80%. Kemampuannya menjangkau bunga betina yang tersembunyi di dalam tandan membuat penyerbukan menjadi lebih merata dan sempurna dibanding penyerbukan mengandalkan angin.

Peningkatan ini berbanding lurus dengan kenaikan signifikan pada produksi Tandan Buah Segar (TBS). Jelaslah, kumbang Elaeidobius kamerunicus adalah contoh nyata bagaimana inovasi biologi dapat menjadi solusi paling efektif dan ramah lingkungan untuk meningkatkan hasil komoditas kelapa sawit.

Itulah sebabnya, semua perusahan sawit, termasuk Astra Agro Lestari, terus berupaya menjaga dan mengembangkan E. kamerunicus agar kemampuan penyerbukannya dapat terus dipertahankan.

Harus diakui, dari kunjungan ke pusat riset tersebut dapat ditegaskan kembali bahwa masa depan sawit tidak hanya ditentukan oleh luas kebun atau harga CPO di bursa dunia, melainkan juga oleh kemampuan anak bangsa membangun kemandirian riset dan inovasi yang mumpuni.