https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Dalih Kearifan Lokal Masih Dipakai untuk Bakar Lahan, Menhut Miris

Dalih Kearifan Lokal Masih Dipakai untuk Bakar Lahan, Menhut Miris

Menhut Raja Juli Antoni. foto: ist.


Jakarta, elaeis.co – Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyoroti kebijakan sejumlah gubernur yang masih mengizinkan pembukaan lahan dengan cara dibakar, meskipun atas nama kearifan lokal. Kebijakan ini dinilai tidak lagi relevan dengan kondisi iklim saat ini yang semakin ekstrem dan berpotensi memicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) berskala besar.

Salah satu provinsi yang menjadi sorotan adalah Kalimantan Barat (Kalbar). Merujuk pada Peraturan Daerah Kalbar Nomor 1 Tahun 2022, pembakaran lahan dalam skala terbatas, maksimal dua hektare per kepala keluarga, masih diperbolehkan sebagai bagian dari praktik tradisional masyarakat. Namun, menurut Raja Juli, pendekatan ini sangat berisiko, terutama di tengah perubahan iklim global.

“Saya pribadi ingin mengimbau kepada para gubernur yang masih menggunakan dalih kearifan lokal untuk membakar lahan agar mengkaji ulang kebijakan tersebut,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Senin (28/7).

Ia menekankan, pembakaran lahan, meskipun hanya dua hektare, tetap berpotensi menjadi bencana ketika dikombinasikan dengan cuaca ekstrem, angin kencang, dan suhu tinggi. 

“Ketika dua hektare terbakar, ada yang satu hektare, ada yang dua hektare terbakar. Tapi dengan suhu yang tidak terprediksi dan angin yang besar, tidak ada yang bisa mengatakan pada api supaya berhenti pas di dua hektare,” jelasnya.

Raja merujuk pada data terbaru dari World Meteorological Organization (WMO) yang menyebutkan bahwa tahun 2023 mencatat rekor suhu global harian tertinggi, dengan anomali mencapai 1,45 derajat Celcius di atas suhu rata-rata era pra-industri. Ini nyaris menyentuh batas maksimal 1,5 derajat Celcius yang ditetapkan dalam Paris Agreement 2015 sebagai ambang untuk mencegah bencana iklim besar.

Lebih lanjut, ia mencontohkan Provinsi Jambi sebagai wilayah yang telah beralih dari metode pembakaran ke pendekatan yang lebih modern. “Dulu Jambi juga punya Perda seperti itu, tapi sekarang mereka beralih. Pemerintah daerah menyediakan alat berat untuk masyarakat yang ingin membuka lahan,” ujar Raja.

Pendekatan non-bakar seperti ini, lanjutnya, jauh lebih aman dan ramah lingkungan. Selain menghindari kabut asap yang bisa mencemari udara lintas wilayah, juga mengurangi risiko meluasnya api ke kawasan hutan lindung atau permukiman warga.

Dengan meningkatnya frekuensi bencana akibat perubahan iklim, Menteri Kehutanan mengajak para kepala daerah untuk lebih bijak dalam membuat kebijakan yang menyangkut pengelolaan lahan. “Sudah waktunya kita tinggalkan cara-cara lama dan beralih ke metode yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan,” pungkasnya.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :