https://www.elaeis.co

Berita / Pasar /

CPO Lesu karena Ringgit Menguat, Bagaimana Arah Harga Minggu Ini?

CPO Lesu karena Ringgit Menguat, Bagaimana Arah Harga Minggu Ini?

Ilustrasi/Dok.elaeis


Jakarta, elaeis.co - Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) kembali menunjukkan tren melemah di penghujung pekan lalu. Di Bursa Malaysia, kontrak pengiriman November ditutup di level MYR 4.445 per ton pada Jumat (12/9), turun 0,2% dibandingkan sesi perdagangan sebelumnya. 

Secara akumulasi mingguan, CPO hanya mencatat koreksi tipis sebesar 0,07%, namun sinyal tekanan di pasar mulai terlihat jelas.

Salah satu faktor utama yang membuat harga CPO lesu adalah penguatan mata uang ringgit Malaysia. Sepanjang minggu lalu, ringgit menguat sekitar 0,45% terhadap dolar AS, dengan apresiasi harian sebesar 0,4% pada Jumat. Kondisi ini membuat CPO yang diperdagangkan dalam denominasi ringgit menjadi relatif lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang asing.

“Penguatan ringgit dan penurunan permintaan, terutama di India, menekan harga CPO,” ujar Commodity Research Head Sunvin Group, Anilkumar Bagani. 

Menurutnya, investor asing cenderung menahan diri ketika nilai tukar ringgit lebih kuat, karena margin pembelian mereka ikut terpangkas.

Selain faktor mata uang, pelemahan permintaan global juga memberi tekanan tambahan. Data dari perusahaan kargo menunjukkan bahwa ekspor produk sawit Malaysia pada periode 1–10 September turun signifikan, berkisar 1,2% hingga 8,4% dibandingkan bulan sebelumnya. India, salah satu importir terbesar CPO Malaysia, tercatat mengurangi volume pembelian di tengah persediaan domestik yang masih mencukupi.

Kondisi ini membuat pasar sawit kehilangan salah satu penopang utamanya. Apalagi, India biasanya menjadi motor penting permintaan, terutama menjelang musim festival yang sering mendorong konsumsi minyak nabati.

Dari perspektif teknikal, tren CPO belum sepenuhnya berbalik arah. Relative Strength Index (RSI) berada di level 58, yang menunjukkan harga masih berada dalam zona bullish. Namun, indikator Stochastic RSI yang menyentuh 83 memberi sinyal kondisi jenuh beli (overbought). 

Ini berarti potensi koreksi harga dalam jangka pendek cukup besar jika tidak ada katalis baru yang mendukung kenaikan. Pelaku pasar pun memantau level-level kunci untuk menentukan arah pergerakan harga berikutnya.

Untuk pekan berjalan, risiko penurunan harga masih cukup terbuka. Level support terdekat berada di MYR 4.356 per ton, yang bertepatan dengan garis Moving Average (MA) 10. Jika support ini ditembus, harga berpotensi bergerak turun lebih jauh ke MA-20 di kisaran MYR 4.140 per ton.

Sebaliknya, jika harga mampu bertahan di atas pivot point MYR 4.450 per ton, peluang penguatan kembali terbuka. Dari titik tersebut, resisten pertama berada di kisaran MYR 4.472–4.494 per ton, sementara target optimistis berada di level MYR 4.584 per ton.

Dengan kombinasi faktor fundamental, yakni ringgit yang menguat dan permintaan ekspor yang menurun ditambah sinyal teknikal yang menunjukkan potensi koreksi, investor disarankan bersikap hati-hati dalam mengambil posisi. Sentimen global, terutama pergerakan harga minyak nabati lain seperti kedelai dan canola, juga perlu dicermati karena kerap memengaruhi arah harga CPO.

Dalam jangka pendek, pergerakan ringgit dan data ekspor Malaysia akan menjadi indikator penting. Jika penguatan ringgit berlanjut tanpa dukungan kenaikan permintaan, tekanan harga CPO bisa semakin dalam. Sebaliknya, bila ada tanda-tanda rebound permintaan dari negara importir besar, peluang kenaikan harga kembali terbuka.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :