Berita / Pasar /
CPO Indonesia Laris Manis di Pasar Global, Ekspor Naik 15 Persen ke 6 Benua
 
                Ilustrasi - dok.elaeis
Jakarta, elaeis.co - Industri kelapa sawit Indonesia kembali menunjukkan taringnya di pasar dunia. Hingga Agustus 2025, ekspor minyak sawit mentah (CPO) nasional tercatat melonjak 15 persen menjadi 22,69 juta ton, menembus pasar di enam benua utama yaitu Asia, Eropa, Afrika, Amerika, Australia, hingga sebagian Timur Tengah.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebut peningkatan ekspor ini terjadi seiring pemulihan produksi nasional dan membaiknya permintaan global setelah fluktuasi harga yang tinggi pada 2024.
“Tahun lalu harga CPO sempat melambung sehingga beberapa negara beralih sementara ke minyak nabati lain. Sekarang pasokan global lebih stabil dan produksi dalam negeri meningkat,” ujar Sekjen GAPKI Hadi Sugeng di Jakarta, Senin (28/10).
Negara tujuan ekspor yang mencatat pertumbuhan signifikan antara lain China, India, Malaysia, Uni Eropa, Amerika Serikat, Rusia, hingga sejumlah negara di Afrika Timur. Tak hanya dari sisi volume, nilai ekspor juga meroket 43 persen menjadi sekitar US$24,78 miliar atau Rp406 triliun (kurs Rp16.400 per dolar AS)
Harga rata-rata CPO Indonesia sepanjang Januari–Agustus 2025 tercatat US$1.204 per ton CIF Rotterdam, naik dari US$1.009 per ton pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan produk sawit Tanah Air masih menjadi primadona minyak nabati dunia di tengah naik-turunnya pasar global.
Tak hanya ekspor, konsumsi dalam negeri juga memperlihatkan tren positif. GAPKI mencatat konsumsi domestik minyak sawit meningkat 5 persen menjadi 16,4 juta ton hingga Agustus 2025.
Kenaikan paling besar datang dari sektor biodiesel, yang tumbuh 12 persen dengan penyerapan mencapai 8,3 juta ton CPO. Sementara itu, sektor pangan mengonsumsi sekitar 6,57 juta ton, dan oleokimia sebesar 1,48 juta ton.
“Kenaikan konsumsi biodiesel ini menunjukkan peran penting sawit dalam program transisi energi nasional dan pengurangan impor BBM fosil,” lanjut Hadi.
Dengan meningkatnya serapan domestik, industri sawit kini tidak hanya menopang devisa ekspor, tapi juga menjadi pilar ketahanan energi nasional melalui program B35 dan B40.
GAPKI menilai tahun 2025 sebagai titik balik industri sawit Indonesia. Kombinasi antara peningkatan produktivitas, ekspansi pasar ekspor, serta penguatan konsumsi dalam negeri menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia masih memegang posisi strategis sebagai pemain utama minyak nabati dunia.
“Kinerja sawit tahun ini menunjukkan bahwa Indonesia tetap menjadi tulang punggung industri minyak nabati global. Momentum ini perlu dijaga lewat kebijakan yang mendorong produktivitas dan keberlanjutan,” tegas Hadi.
Upaya kolaboratif antara pemerintah, pelaku industri, dan petani rakyat disebut menjadi kunci menjaga stabilitas harga sekaligus keberlanjutan sektor ini.
Berbagai program seperti sertifikasi ISPO, diversifikasi produk hilir (bioavtur, bioplastik, hingga surfaktan), serta ekspansi ke pasar non-tradisional diyakini akan memperkokoh dominasi sawit Indonesia di panggung global.







Komentar Via Facebook :