Berita / Sumatera /
Contoh Limbah Sudah Diambil, tapi PKS Belum Kena Sanksi
Pabrik kelapa sawit milik PT Kemilau Permata Sawit (KPS) di Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan, Pessel. Foto: Facebook
Painan, elaeis.co - Pemkab Pesisir Selatan (pessel), Sumatera Barat, mengklarifikasi informasi yang beredar seputar pencemaran oleh limbah pabrik kelapa sawit (PKS) PT Kemilau Permata Sawit (KPS) di Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan.
Kepala Bidang Penataan Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Dinas Pemukiman dan Lingkungan Hidup Pessel, Andi Fitriadi Amdar, membantah informasi yang menyebutkan dia melihat langsung pabrik pengolahan kelapa sawit itu sedang melakukan pembuangan limbah ke parit.
"Jadi, apa yang diberitakan kalau kami saat itu melihat langsung tidaklah benar sama sekali. Pada tanggal 20 Oktober itu kami bersama warga setempat hanya verifikasi lapangan," jelasnya melalui keterangan resmi Pemkab Pessel beberapa hari lalu.
Verifikasi itu dilakukan untuk menindaklanjuti laporan dari salah satu LSM di daerah itu terkait adanya tanaman warga di sekitar kawasan PKS PT KPS yang mati akibat pembuangan limbah yang dinilai tidak sesuai aturan.
Tim dari Dinas Pemukiman dan Lingkungan Hidup Pessel sudah mengambil sampel, namun itu belum bisa dijadikan sebagai acuan telah terjadi pencemaran atau perusakan lingkungan sekitar. "Karena belum ada uji laboratoriumnya," sebutnya.
"Itu sebabnya Pemkab Pessel hingga kini belum memberikan sanksi administrasi terhadap pabrik kelapa sawit non-kebun itu dan sangat berbeda dengan pemberitaan di sejumlah media online yang mengatakan telah ada sanksi," tambahnya.
Ia melanjutkan, pengambilan sampel air dilakukan pada parit yang berjarak sekitar 250 meter dari instalasi pengolahan air limbah (IPAL) PT KPS. Tim bersama masyarakat pengadu dan pemilik lahan juga menyisir aliran parit hingga ke batas lahan.
Setelah ditelusuri ternyata pipa HDPE berasal dari IPAL kolam lima dan kolam tujuh milik PT KPS, namun dalam kondisi terpotong.
Dia menambahkan, dokumen lingkungan yang dimiliki PT KPS bukanlah berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) seperti yang diberitakan, namun hanya berupa UKL/UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan).
Warga setempat, Syafril, menyebut bahwa PT KPS telah membuang limbah ke parit tempat tim mengambil sampel air sejak 2017. Limbah merendam lahan milik Syafril dan milik satu warga lain dengan kisaran luas lebih kurang dua hektare. Akibatnya kayu, rumput dan tanaman lain yang ada di sekitar parit langsung mati.
Pada 2018 pihaknya meminta pihak PT KPS menggali parit agar limbah bisa mengalir dan lahannya bisa diusahakan seperti sebelumnya. "Pada 2019 kondisi lahan saya masih kurang layak untuk diusahakan, berkemungkinan karena sudah lama terendam. Tahun 2020 baru saya bisa kelola lagi," ungkapnya.
Pada 2021 ia menanami lahannya dengan jahe dan kelapa sawit. Karena parit tidak dikeruk, maka limbah dari PT KPS kembali meluap sehingga tanaman jahe Syafril membusuk dan berujung gagal panen.
Humas PT KPS, Agus Taufik menyebut bahwa saat ini pihak perusahaan terus berupaya menyiapkan peralatan pendukung agar limbah bisa segera dialirkan ke Sungai Batang Kasai.
"Kami sedang berupaya maksimal," sebutnya.
"Terkait ganti rugi kepada masyarakat yang lahannya terdampak pembuangan limbah, hingga saat ini tahapannya masih berproses," tambahnya.







Komentar Via Facebook :