https://www.elaeis.co

Berita / Feature /

Cerita Rimbunnya Sawit PSR Bekas Kombatan di Aceh Barat

Cerita Rimbunnya Sawit PSR Bekas Kombatan di Aceh Barat

Kamaruzaman berjalan di antara rimbun pohon kelapa sawitnya. Tanaman tahun 2019 itu adalah program PSR Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). foto: aziz


Aceh Barat, elaeis.co - Sepanjang program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) ada, ini kali pertama lelaki 50 tahun ini mendengar dan menengok hasil program PSR sebagus itu. 

"Luar biasa. PSR nya dikelola sendiri, tanpa duit pinjaman bank untuk sampai ke tahap lanjutan. Ini menandakan kalau mereka sangat berhemat dan cerdas mengelola dana hibah BPDPKS itu," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo) ini melalui sambungan telepon. 

Kebetulan Gulat Medali Emas Manurung sedang  mengunjungi petani kelapa sawit di kawasan Aceh Utara. 
"Sejak tahun 2016 PSR pertama bergulir, belum pernah saya melihat dan menerima laporan PSR sebagus ini. Semuanya transparan dan kearifan lokal sangat kental terasa," ujar ayah dua anak ini. 

Kamaruzaman menengok buah salah satu pohon kelapa sawitnya. foto: aziz

Kekompakan dan kearifan lokal tadi menurut Gulat, menjadi salah satu pemicu keberhasilan program PSR di Aceh Barat itu. 

Doktor ilmu lingkungan Universitas Riau ini pun berharap agar upaya-upaya yang dilakukan para petani itu disupport oleh semua pihak, termasuk oleh Aparat Penegak Hukum (APH), biar para petani ini semakin sejahtera.

"Sebab dengan PSR lah petani bisa bangkit dan berlari meningkatkan produktivitasnya, maka alam pun semakin terjaga dan lestari," katanya. 

Dua hari lalu, elaeis.co sengaja bertandang ke lokasi program PSR yang dinaungi oleh Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusaree itu.  

Lahan kebun kelapa sawit itu tak seperti lahan PSR pada umumnya yang satu hamparan, tapi justru hektaran yang berpencar-pencar di antara permukiman warga.

 

Lantaran kondisi semacam itu pula, tak aneh kalau petani selalu berhadapan dengan 'serangan' ternak yang ngiler menengok hijaunya dedaunan tanaman kelapa sawit mereka.   

Bermula dari kebun kelapa sawit Kelompok Tani Makmur Jaya yang dikomandani oleh Kamaruzaman di kawasan Gampong Tegal Sari Kecamatan Pante Ceureumen. 

Kamar sendiri terpaksa memagar kebunnya yang luasannya sekitar sehektar itu biar tak dimangsa ternak.  Alhamdulillah, saban 15 hari lelaki 52 tahun itu sudah mengangkut sekitar 800 kilogram TBS dari kebun itu. Padahal tanaman itu belum genap 36 bulan.  

Di Gampong Seumara kecamatan yang sama, Amirul Akbar sudah pula bisa memanen sekitar 700 kilogram TBS tiap 15 hari. Umur tanaman sawitnya sama dengan milik Kamaruzaman. 

Said Alwie di antara rerimbunan pohon kelapa sawitnya. foto: aziz

Heri Azmi juga sudah mengangkut 1,2 ton TBS dari kebunnya yang seluas 3,5 hektar. Padahal tanaman sawitnya yang berada di Gampong Mugo Rayek Kecamatan Panton Reu itu masih setahun lebih muda dari milik Kamaruzaman. Sekali dua minggu Heri panen.      

Sumringah Said Alwie di Gampong Peulanteu Lambalek Kecamatan Arongan Lambalek juga merekah. Empat hektar tanaman kelapa sawit lelaki 44 tahun ini juga sudah tumbuh subur dan sudah bisa dipanen. 

Uniknya, bekas kombatan ini sengaja menyisakan 6 batang tanaman sawit tua di kebunnya. "Biar ada bukti kalau dulu kebun saya ini memang kebun kelapa sawit. Nanti disangka pula bekas hutan atau bekas tanaman palawija," ayah 4 anak ini nyengir.     

Tak satupun orang ini menyangka bakal dapat dana hibah peremajaan kebun kelapa sawit dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Itulah makanya awal-awal program itu dikasi tahu oleh Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusaree tadi, banyak petani tak percaya. 

 

Malah waktu Kamaruzaman meminta Kartu Keluarga dan KTP petani, dituding pula untuk kepentingan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Kalau pun ada petani yang percaya bakal ada bantuan, tapi tak percaya kalau besarannya sama seperti yang dibilang Kamaruzaman; Rp25 juta per hektar. "Ah, paling juga dikasi bantuan bibit," Kamar menirukan cibiran salah seorang anggotanya.

Heri Azmi menengok buah pohon kelapa sawitnya. Lelaki ini sudah bisa menghasilkan 1,2 ton sekali dua pekan. foto: aziz

Singkat cerita, setelah sekitar dua tahun ditunggu, program PSR itu ternyata ada. Tak ketulungan gembiranya para petani itu. 

Uniknya, semua petani cuma memanfaatkan dana hibah yang Rp25 juta per hektar itu hingga tanaman sawitnya tumbuh subur seperti sekarang. 

Kalaupun ada tanaman yang rusak atau mati, paling lantaran dihajar oleh binatang yang meringsek masuk ke kebun. "Kami tidak mau berutang. Biarlah uang yang ada saja," begitulah alasan petani kata Kamar. 

Kamar maupun Alwie sama-sama cerita, sekitar 40 persen peserta PSR itu membikin tanaman sela. Kamar menanam kacang tanah. Sekali panen dia bisa mengantongi untung bersih Rp18 juta. 

Alwie menanam semangka. Sekali panen dia bisa mengantongi duit Rp48 juta. "Sempat enam kali saya panen," katanya.  

Soal pengerjaan PSR itu, ayah empat anak ini mengatakan begini; mana yang harus dikerjakan secara mekanis, dipakai alat mekanis. Yang bisa dikerjakan petani, diserahkan kepada petani. 

"Rencana Anggaran Biaya (RAB) nya ada. Semua diperlihatkan pengurus koperasi. Termasuk harus pakai bibit unggul bersertifikat. Bibitnya dari PPKS Medan. Saat pengerjaan, tiap bulan, pengurus koperasi dan dinas datang mengontrol," detil Alwie menerangkan.      

Hamparan tanaman kelapa sawit di kebun milik Amirul Akbar di Gampong Seumara. foto: aziz

Lantaran sudah tahu, petani meminta agar tata cara itu dijalankan. "Kalau sedikit saja ada hal menyimpang dilakukan oleh pengurus koperasi, petani pasti ribut. Karakter petani di sini memang seperti itu, kritis dan tak mau haknya diambil, walau secuil pun," katanya. 

 

Alhamdulillah kata Alwie, sampai hari ini tak ada petani yang ribut. "Soalnya semuanya transparan. Kalau misalnya di luar sana ada yang ribut-ribut soal PSR ini, pasti bukan petani penerima PSR," Alwie memastikan.   

Bagi Alwie, tanaman hasil program PSR ini benar-benar beda dengan tanaman dia sebelumnya. Kalau dulu, empat tahun sawitnya ditanam, belum juga berbuah. 

"Sekarang, dua tahun saja sudah berbuah. Kami sangat  berterimakasih kepada BPDPKS atas program ini. Mudah-mudahan ini terus berlanjut biar petani yang belum kebagian, dapat kebagian," katanya.  

Apa yang dibilang para petani tadi membuat mata Ketua Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusaree, Zamzami, berkaca-kaca. Terbayang oleh lelaki 52 tahun ini segimana tunggang langgang nya dia mengurusi segala kelengkapan persyaratan para petani tadi supaya bisa ikut PSR. 

"Sangat melelahkanlah sebenarnya. Teramat banyak berkas yang musti disiapkan dan diserahkan. Saya enggak ingat lagi berapa kali saya bolak-balik ke Jakarta terkait PSR ini. Alhamdulillah, sekarang rasa lelah itu terbayarkan. Saya senang semua petani yang tergabung di koperasi sumringah," katanya. 

Ayah tiga anak ini tak sendirian di kantor koperasi yang terletak di kawasan Johan Pahlawan Meulaboh itu. Dia ditemani sejumlah anak buahnya; Samsul Ghani, Remi Agustina, Novizal dan Donal Oktaria Sarteri.

Remi kemudian menyodorkan data, bahwa sampai saat ini sudah 10 tahap pelaksanaan PSR di Aceh Barat. Tahapan itu tersebar di 11 kecamatan.

Dari sekitar 2.740 hektar lahan PSR, 1.883 hektar sudah tertanam. "Dari luasan lahan PSR tadi, lahan yang sudah dibersihkan sebenarnya sudah sekitar 2.214 hektar. Tapi yang 331 hektar belum ditanam. Lalu 495 hektar belum dikerjakan. Semua ini terjadi lantaran dana yang sudah ada di rekening, dari tahun lalu diblokir," kata Remi. 


 

Komentar Via Facebook :