https://www.elaeis.co

Berita / Kalimantan /

Cari Rumput Makin Sulit, Dosen Politala Kembangkan Pakan Ternak dari Limbah Sawit

Cari Rumput Makin Sulit, Dosen Politala Kembangkan Pakan Ternak dari Limbah Sawit

Integrasi sapi di kebun sawit. foto: MC Kalsel


Pelaihari, elaeis.co - Indonesia merupakan negara penghasil kepala sawit terbesar di dunia. Kekayaan alam ini tumbuh subur membentang dari Sumatera sampai Papua serta menjadi penghasil devisa bagi perekonomian nasional.

Namun saat ini masih banyak ditemukan limbah kepala sawit yang kurang dimanfaatkan secara optimal. Sebagian besar hanya digunakan sebagai pupuk organik dengan cara hanya diletakkan di sekitar tanaman kepala sawit.

Padahal, banyak yang masih bisa dimanfaatkan dari limbah dan ampas kelapa sawit tersebut. Salah satunya untuk biogas dan biopellet atau pakan ternak yang diolah dengan berbagai varian.

Demikian juga yang terjadi di Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, salah satu daerah penghasil kelapa sawit di Kalimantan Selatan. Di daerah ini, selama ini pemanfaatan limbah ampas kelapa sawit masih minim kecuali untuk pupuk.

Pelaihari juga dikenal sebagai daerah pemasok daging sapi dan kambing. Namun seiring dengan perkembangan wilayah, lahan penghasil rumput semakin berkurang karena beralih fungsi menjadi bangunan rumah maupun perkantoran.

Hal ini menjadi keluhan bagi peternak sapi dan kambing karena makin sulit mencari pakan ternak tradisional. Kegelisahan ini juga dirasakan Anton Koswoyo, dosen Fakultas Pertanian Politeknik Tanah Laut (Politala), yang juga hobi beternak sapi dan kambing.

"Saya lantas berpikir harus mencari pakan alternatif agar petani tidak lagi susah mencari pakan tradisional," katanya dalam keterangan resmi Ditjen Diksi Kemendikbudristek dikutip Sabtu (6/1).

Proposal Anton yang dikirim ke panitia Program Hibah Bersaing Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi disetujui. Dana itu lantas dipakai untuk membuat mesin skala prototype untuk mencacah ampas kelapa sawit. 

Tidak berhenti di prototype, Anton kemudian membuat mesin yang lebih canggih yang diberi nama Automatic Integrator Machine. Ini merupakan mesin pembuat pakan sapi sekaligus pembuat pupuk organik. 

Mesin ini dikombinasikan dengan mesin i-GITA buatan peneliti lain. Mesin pembuat pakan kambing fermentasi itu dibuat pada tahun 2017 lalu yang mendapat pendanaan dari Program Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

“Dikembangkan menjadi Automatic Integrator Machine agar dapat mengolah limbah sawit menjadi pakan sapi dan mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organic sehingga terwujud integrasi sapi-sawit yang saling menguntungkan. Keunggulan alat ini adalah portabel, praktis, ekononis, dan mampu mengolah pakan fermentasi dengan kualitas baik,” jelas Anton.

Dia pun mulai berpikir pakan ternak sapi para petani tidak cukup diganti dengan dengan limbah kelapa sawit. Namun, bagaimana pakan tersebut memiliki sumber protein dan lainnya sehingga membuat sapi lebih sehat, gemuk, dan bertambah gizinya.

Setelah melakukan uji coba terhadap hewan peliharaannya, Anton pun mengajak petani yang terhimpun dalam Kelompok Peternak Sapi “Rukun Tani” mengelola sapi sebanyak 100 ekor yang terdiri atas jenis Limousin, Brahman, PO, dan Sapi Bali.

Anggota kelompok terdiri atas 30 kepala keluarga (KK), masing-masing memiliki 3 sampai 4 ekor sapi di kandang belakang rumahnya. Tahun 2020 lalu warga Desa Martadah Baru mendapat bantuan sapi PO dari Dinas Peternakan Kabupaten Tanah Laut.

Dengan integrasi ini, kebutuhan pakan sapi pun menjadi lebih mudah dipenuhi karena tidak perlu mencari rumput setiap hari dan kotorannya pun dapat diolah menjadi pupuk organik yang dapat meningkatkan penghasilan peternak sapi.

"Adanya pupuk organik dari kotoran sapi juga dapat menghemat biaya yang dikeluarkan petani untuk pemupukan sehingga terjadi hubungan simbiosis mutualisme antara peternak sapi dan perkebunan sawit," pungkasnya.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :