Berita / Nusantara /
Buruh Sawit Indonesia Disorot, Gapki Bilang Bukan Krisis, Tapi Faktanya…
Ilustrasi/Dok.elaeis
Jakarta, elaeis.co - Isu buruh sawit Indonesia kembali mencuat. Sejumlah pekerja mengeluhkan upah rendah, diskriminasi, hingga pemberangusan serikat buruh, memicu perdebatan soal kesejahteraan di sektor perkebunan sawit.
Namun, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) membantah kondisi ini masuk kategori krisis. Pengurus Bidang Ketenagakerjaan Gapki, Immanuel Manurung, menilai situasi ketenagakerjaan sawit memang menantang, tapi belum bisa disebut darurat.
"Kalau dibilang krisis, saya rasa belum sampai ke sana. Tapi memang ada tantangan, karena kita bicara lahan sawit 16 juta hektar, 40%-nya dimiliki oleh rakyat. Di situ ada keragaman kondisi pekerja," ujar Immanuel dalam talkshow International Palm Oil Workers United (IPOWU) 2025, Senin (8/9).
Meski Gapki menekankan bahwa krisis belum terjadi, kenyataannya banyak buruh sawit masih menghadapi upah yang rendah, kondisi kerja yang berat, serta minimnya fasilitas di kebun dan pabrik. Luasan lahan sawit yang digarap pekerja bisa mencapai ratusan hektare di pedalaman, membuat beban kerja semakin berat.
Immanuel menjelaskan, Gapki saat ini memiliki 747 anggota dari total sekitar 2.000 perusahaan sawit di Indonesia. Ia menegaskan, perbaikan kondisi ketenagakerjaan hanya bisa dilakukan pada perusahaan anggota, sementara penegakan aturan menjadi tanggung jawab pemerintah.
"Kalau masih ada perusahaan yang memperlakukan pekerja seperti budak, ya lebih baik diganti saja perusahaannya. Kami dorong anggota kami untuk memperbaiki diri dan mengutamakan perlakuan yang layak," tambahnya.
Gapki juga telah menyusun panduan praktis untuk membantu perusahaan sawit memperbaiki kondisi ketenagakerjaan, yang disosialisasikan secara bertahap ke seluruh cabang Gapki di Indonesia.
Meski ada dorongan dari Gapki, buruh sawit Indonesia masih menuntut perlakuan manusiawi, upah layak, dan jaminan hak-hak dasar.
Ketimpangan antara klaim pengusaha dan pengalaman buruh di lapangan menjadi sorotan, terutama karena sektor sawit menyumbang pendapatan besar bagi negara namun belum sepenuhnya memberi kesejahteraan bagi pekerjanya.
Situasi ini menegaskan bahwa meski tidak bisa dikatakan krisis, tantangan ketenagakerjaan sawit di Indonesia tetap nyata. Dorongan untuk pengesahan RUU Perlindungan Buruh Perkebunan Sawit (RUPBS) pun kembali menguat, sebagai upaya menjamin hak-hak pekerja di industri strategis ini.







Komentar Via Facebook :