Berita / Nusantara /
Bursa CPO Dinilai Tak Berguna Bagi Petani Jika Aturan DMO dan HET Masih Berlaku
Sosialisasi Bursa CPO di Pekanbaru. foto: Bayu
Pekanbaru, elaeis.co - Berdiri lebih setengah tahun, keberadaan Bursa CPO dinilai belum memberikan dampak positif kepada petani sawit.
"Dampak positifnya untuk petani nggak ada," kata Bendahara DPP Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE), Hendri Cen, kepada elaeis.co, Kamis (30/5).
Dia menjelaskan, meskipun sudah ada Bursa CPO, harga CPO tidak terdongkrak lebih tinggi dari saat ini. Penyebabnya, aturan Domestic Market Obligation (DMO) minyak sawit masih diterapkan pemerintah.
"Karena adanya DMO, pembelinya sekarang hanya tinggal 30-an perusahaan. Dulu pembeli CPO di Indonesia ada ratusan perusahaan. Seperti di Dumai sebagai port tempat kita ngumpul, itu saja banyak yang tutup pembeli CPO," ungkapnya.
"Kalau dia tidak bisa mengolah dan tidak bisa jual dalam negeri, berarti kan tidak boleh ekspor. Jadinya pembelinya berkurang, kompetisinya jadi semakin mengecil. Dari mana bisa berdampak kalau kompetisinya saja mengecil," jelasnya.
Dia juga menilai sosialisasi Bursa CPO yang saat ini sedang gencar dilakukan oleh Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) dan Plt Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) tak ada gunanya.
"Apa fungsinya dia gencar (sosialisasi) kalau pembelinya saja hanya 30 (perusahaan)," ujarnya.
"Karena memang tidak bisa bertambah (perusahaan pembeli CPO) akibat kebijakan DMO ini. Gak bisa tiba-tiba muncul pembeli baru. Dan luar negeri kalau mau beli, ya sama perusahaan yang terdaftar di situ saja. Karena cuma mereka yang punya refinery," tambahnya.
Selain DMO, kata Hendri, aturan lain yang juga membuat harga CPO sulit naik adalah adanya Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng.
"Satu lagi yang paling vital ya di HET minyak goreng. Kalau harga jual dibatasi, otomatis beli (bahan bakunya) gak mungkin di atas harga jual," jelasnya lagi.
Dua hal inilah yang membuat harga CPO saat ini hanya berada di kisaran Rp 11.000 hingga Rp 12.000 per kilogram.
"Karena ujungnya sudah dibatasi, jadi ya kita yang di hulu tidak bisa ngapa-ngapain lagi. Mau jual ke luar negeri dalam bentuk CPO, dikunci dengan DMO. Mau jual ke dalam negeri, kita dikunci dengan HET minyak goreng," tandasnya.







Komentar Via Facebook :