Berita / Kalimantan /
Bupati PPU: Saatnya Sawit Menghidupi Rakyat, Bukan Sebaliknya
Bupati PPU Mudyat Noor tegaskan, sawit harus menghidupi rakyat, bukan hanya perusahaan.
Jakarta, elaeis.co - Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, Mudyat Noor, resmi terpilih sebagai Ketua Umum Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI) periode 2025–2030.
Terpilihnya Mudyat bukan sekadar pergantian kepengurusan, tapi membawa harapan baru bagi kabupaten penghasil sawit di seluruh Indonesia.
Dalam Munas II AKPSI yang digelar di Jakarta, Mudyat Noor menegaskan, Indonesia tidak boleh membiarkan daerah penghasil sawit berjalan sendiri menghadapi masalah klasik yakni pendapatan minim, konflik sosial, dan kerusakan lingkungan.
“Sawit harus menghidupi rakyat, bukan justru menyulitkan mereka,” tegas Mudyat dalam pidatonya.
Dalam Munas II AKPSI yang digelar di Jakarta, Mudyat Noor menegaskan, Indonesia tidak boleh membiarkan daerah penghasil sawit berjalan sendiri menghadapi masalah klasik yaitu pendapatan minim, konflik sosial, dan kerusakan lingkungan.
“Sawit harus menghidupi rakyat, bukan justru menyulitkan mereka,” tegas Mudyat dalam pidatonya.
Pesan paling tegas dari Mudyat adalah soal ketimpangan yang selama ini terjadi. Meski sawit jadi komoditas strategis dan sumber devisa besar, kabupaten penghasil justru sering menerima “sisa-sisa” manfaat.
Banyak perusahaan sawit menguasai lahan ribuan hektar, tapi kontribusinya minim. Retribusi daerah tidak mengalir, sementara dampak sosial dan kerusakan infrastruktur menjadi beban kabupaten. Dalam banyak kasus, masyarakat merasakan perusahaan sawit seperti negara dalam negara.
Mudyat menekankan, AKPSI harus mengubah kondisi itu. Daerah penghasil berhak menerima manfaat yang sepadan dengan beban yang mereka tanggung. Selama bertahun-tahun, retribusi dari tandan buah segar (TBS) sulit didapatkan tanpa dasar hukum yang jelas. Dana sawit nasional yang dikelola BPDPKS juga dinilai belum tepat sasaran.
Karena itu, kepemimpinan Mudyat menargetkan beberapa langkah strategis yakni memperkuat regulasi agar daerah bisa menarik retribusi TBS secara sah, advokasi dana sawit agar kembali ke masyarakat, kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan petani untuk menekan konflik, serta mendorong investasi hilirisasi sawit untuk menciptakan lapangan kerja dan nilai tambah.
Mudyat juga mengingatkan, persoalan sawit bukan sekadar ekonomi. Dampak industri sawit terhadap perubahan kimia tanah, banjir, kerusakan infrastruktur, dan konflik lahan harus segera diatasi. Sawit harus kembali pada fungsinya untuk mensejahterakan rakyat.
Kini, AKPSI dengan kepengurusan baru diharapkan menjadi wadah kuat dan efektif. “Pengurus baru bukan sekadar representasi kabupaten, tapi mesin perjuangan kolektif untuk mengubah wajah industri sawit nasional,” ujar Mudyat.
Munas II AKPSI diharapkan menghasilkan rekomendasi konkret yaitu kepastian pendapatan, perlindungan masyarakat dan petani, dukungan regulasi pusat, serta hubungan sehat dengan perusahaan sawit.
Dengan semangat baru dan arah perjuangan yang jelas, sawit di Indonesia diharapkan menjadi industri yang berdaulat, berkeadilan, dan ramah lingkungan.







Komentar Via Facebook :