Berita / Nasional /
Bungaran Saragih: Indonesia Harus Juga Menjadi Raja Produk Turunan Sawit
Bungaran Saragih (kanan) bersama Gulat Manurung. Foto: Taufik Alwie
Depok, elaeis.co - Di usianya yang terbilang sepuh, 79 tahun, Prof. Bungaran Saragih tampak masih gagah, dan bersemangat sekali berbicara soal pertanian, khususnya kelapa sawit. Hal itu terlihat saat ia didaulat memberikan sambutan penutup pada Sidang Terbuka Promosi Doktor Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Kampus UI Depok, Jawa Barat, Kamis, 12 Desember 2024.
Dengan berapi-api, mantan Menteri Pertanian ini menyatakan kekagumannya atas perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia yang demikian pesat. Ia menyebut, pada akhir 1970-an, luas kebun sawit hanya sekitar 300.000-an hektare, namun kini sudah berkembang menjadi sekitar 16,8 juta hektare.
“Dari dulu saya sudah memperkirakan, Indonesia bakal menjadi raja sawit, dan itu terbukti. Tapi jangan hanya menjadi raja minyak sawit saja, kalau bisa harus menjadi raja pula untuk produk-produk turunan sawitnya,” kata Bungaran, yang disambut tepuk tangan hadirin.
Pada kesempatan itu, Bungaran memuji inovasi promovenda Mutiara Panjaitan yang berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Aspek Hukum Investasi Kelapa Sawit: Tantangan dan Optimalisasinya”.
Disertasi ini intinya adalah ide cemerlang nan baru atau novelty mengenai perlunya Badan Otoritas Sawit Indonesia, disingkat BOSI, yang dinilai mampu menjawab tantangan hukum di sektor kelapa sawit.
Lembaga ini akan menjadi satu-satunya yang mengurusi sawit, mulai dari hulu sampai hilir, termasuk tentang konsep satu harga minyak sawit melalui Bursa CPO Indonesia, ICDX. Bahkan, terkait isu-isu sawit global, nantinya akan terintegrasi di bawah institusi BOSI.
Karena itu Bungaran yakin, BOSI dapat diharapkan meningkatkan produktivitas sawit serta daya saingnya di pasar global, yang nantinya dapat diharapkan pula memacu peningkatan varian produk turunan sawit, kuantitas mau pun kualitas.
Usai acara tersebut, Bungaran kembali menegaskan keyakinannya bahwa Indonesia nantinya akan juga menjadi raja produk turunan sawit. Ini mengingat potensi kelapa sawit di negeri ini luar biasa besar. Dan yang penting pula, mendapat dukungan pendanaan dari pemerintah, dalam hal ini BPDPKS, termasuk untuk pengembangan produk turunan sawit.
“Tinggal bagaimana kita berupaya keras ke arah itu (pengembangan dan peningkatan produk turunan sawit),” ujar Bungaran kepada elaeis.co.
Sejauh ini, perkembangan produk turunan sawit cukup menggembirakan. Data Ditjen Industri Agro Kementerian Perindustrian menyebutkan, pada tahun 2010 hanya terdapat 54 jenis produk turunan kelapa sawit, pada tahun 2023 jumlahnya meningkat menjadi 193 jenis produk turunan.
Peningkatan ini tak lepas dari peran BPDPKS dengan program penelitian dan pengembangannya. Melalui program tahunan Pekan Riset Sawit Indonesia (PERISAI) yang telah berlangsung delapan kali, BPDKPS berperan penting mendorong pengembangan penelitian produk turunan kelapa sawit.
Harus bersinergi dan berstrategi tuntas
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Dr. Gulat Medali Emas Manurung, M.P., C.APO., C.IMA., mendukung harapan dan optimisme Bungaran Saragih terhadap perkembangan industri sawit Indonesia tersebut.
Menurut Gulat, apa yang disampaikan Prof. Bungaran Saragih adalah benar. “Masalah sawit itu cukup sederhana. Yaitu, regulasi domestik yang negatif tehadap sawit segera diselesaikan melalui BOSI, nggak ada cara lain,” kata Gulat kepada elaeis.co., dengan nada serius.
Ia khawatir, jika itu tidak dilakukan (mewujudkan BOSI), maka Indonesia bisa kehilangan lima hal sekaligus. Yaitu, sumber devisa terbesar, motor ekonomi, nilai tawar sebagai produsen minyak sawit terbesar, pencegah dampak sosial, dan penjaga keseimbangan lingkungan melalui ekonomi hijau.
Karena itu ia mengingatkan pula, untuk mempertahankan dan meningkatkan kejayaan industri sawit Indonesia, semua pemangku kepentingan sawit tidak cukup hanya berlari, tapi harus bersinergi dan berstrategi tuntas.







Komentar Via Facebook :