Berita / Nusantara /
Bukan Hanya Petani, Klaim Kawasan Hutan Juga Hantui Pengusaha Sawit
IPOS Forum ke 8 di Medan. foto: Gapki Sumut
Medan, elaeis.co - Masalah legalitas lahan menjadi topik bahasan hangat di forum pemangku kepentingan industri minyak sawit Indonesia ke-8 (8th IPOS Forum) yang digelar Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (gapki) di Medan, Sumatera Utara.
Pertemuan yang dihadiri sekitar 500-an pengusaha, petani, praktisi, pengamat, pejabat pemerintah daerah ini berlangsung pada Kamis dan Jumat, 26-27 Oktober 2023.
Sejumlah diskusi digelar, salah satu bahasan utamanya terkait legalitas lahan perkebunan sawit. Saat ini banyak perkebunan sawit yang sudah memiliki Hak Guna Usaha (HGU), namun ternyata masuk dalam kawasan hutan.
Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, mengatakan, saat ini banyak investor yang memiliki HGU maupun maupun petani yang memegang Sertifikat Hak Milik (SHM) ternyata tidak aman karena bisa kebun sawitnya tiba-tiba masuk dalam kawasan hutan.
"Jadi yang sudah punya legalitas seperti HGU pun ternyata belum punya kepastian hukum. Termasuk di Sumut juga, ada beberapa anggota Gapki yang HGU-nya masuk dalam kawasan hutan. Dengan kondisi ini, berarti yang sudah punya legalitas berdasarkan UU Agraria No.5/1990, ternyata masih belum ada kepastian hukum," katanya, kemarin.
Seperti diketahui, berdasarkan audit Satgas Tata Kelola Industri Sawit, dari 16,8 juta hektare lahan sawit di Indonesia, sekira 10,4 juta hektare di antaranya digunakan perusahaan dan 6,4 juta hektare merupakan perkebunan rakyat.
3,3 juta hektare lahan yang sudah berstatus HGU ternyata berada dalam kawasan hutan. Dari 3,3 juta hektare itu, hanya 237.000 hektare yang memiliki surat keputusan (SK) pelepasan kawasan hutan untuk sawit sedang 913.000 hektare masih proses penetapan SK. Sisanya belum memiliki SK dan belum berproses.
Lalu, dari 3,3 juta hektare HGU dalam kawasan hutan itu, 1,8 juta hektare adalah kebun sawit milik perusahaan dan 1,5 juta hektare sawit rakyat.
"Dari total 3,3 juta hektare lahan HGU di kawasan hutan, 700 ribu hektare diantaranya dikelola oleh para pengusaha anggota GAPKI. Kondisi ini telah menimbulkan ketidaknyamanan investasi di bidang usaha perkelapasawitan nasional," kata Eddy.
Untuk menghadapi persoalan legalitas tanah itu, menurutnya, Gapki akan terus berjuang dan berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN. "Kementerian ATR/BPN harus mempertahankan HGU yang telah mereka terbitkan. Jangan sampai mereka juga goyang karena surat dari KLHK soal status hutan," tegasnya.
Dia juga berharap Satgas Tata Kelola Sawit segera merampungkan sinkronisasi status lahan yang sudah bermasalah sejak tahun 2007. "Kita berharap Satgas benar-benar menjadi wasit. Harus dilihat historical lahan. Bagaimana mendapatkannya, kemudian aturan waktu mendapatkan itu bagaimana. Jangan sampai ketidaksinkronan itu merugikan investor," katanya.
Dia mengingatkan bahwa devisa Indonesia masih sangat bergantung pada industri sawit. Ekspor/impor kelapa sawit di dunia sebesar 55 juta ton dan kontribusi Indonesia 27 juta ton atau sekitar 50%.
"Luar biasa sumbangsih sawit Indonesia. Tetapi seperti yang terjadi saat ini, masih banyak tantangannya. Untuk itu, IPOS Forum ini harus bisa memberikan gambaran kepada seluruh stakeholder bahwa sawit itu sangat penting. Sawit harus dijaga karena bukan hanya untuk kepentingan Indonesia saja, tetapi juga untuk dunia," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :