Berita / Lingkungan /
Bro! Palm Oil Free Sama Saja Anti Environment. Ini Buktinya...
Hamparan kebun kelapa sawit di kawasan Kampar, Riau. foto: aziz
Jakarta, elaeis.co - Bagi orang yang tidak paham, gerakan Palm Oil Free yang digembar-gemborkan banyak orang di belahan bumi barat sana, telah menjadi seruan yang teramat seksi.
Maklum, selain aroma seruan itu sangat kental akan penyelamatan lingkungan, objek kampanye nya pun adalah tanaman yang sudah kadung berpuluh tahun dianggap momok; Palm Oil alias Kelapa Sawit yang dituding menjadi kontributor utama penghasil emisi Gas Rumah Kaca (GRK)!
Selain dalam proses produksi (farm-gate) minyak sawit, penggunaan lahan perkebunan sawit juga dituding sebagai penghasil emisi karbon yang besar. Tudingan ini malah telah menjadi embrio besar untuk kemudian melahirkan RED II ILUC dan The Farm to Fork Strategy yang menjadi roh nya European Green Deal.
Padahal sesungguhnya, yang manut dengan kampanye itu lah yang justru telah menjadi bagian dari kelompok anti lingkungan itu sendiri. Lho?
Soalnya begini. Hari ini, PalmOil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) mengeluarkan rilis yang isinya begini; studi Alcock et al. (2022) menyatakan bahwa emisi (tidak termasuk emisi land-use change) satu kilogram produksi minyak sawit hanya sebesar 0,43 kg CO2.
Sementara emisi yang dihasilkan dari produksi satu kilogram minyak kedelai, minyak bunga matahari, dan minyak rapeseed masing-masing justru sebesar 1,18 kg CO2, 1,13 kg CO2, dan 1,02 kg CO2.
Bandingkan pula dengan apa yang dirilis oleh FAO 2022; satu kilogram daging sapi menghasilkan emisi 30 kg CO2 eq. Daging domba 24,4 kg CO2 eq dan susu domba 5,6 kg CO2 eq. Malah emisi setiap satu kilogram beras mencapai 1,1 kg CO2 eq.
Lagi-lagi pertanyaan yang kemudian muncul, kenapa tidak kampanye Beef Free, Sheep's Milk atau bahkan rice free saja?
Oooo...Palm Oil Free menjadi harus lantaran telah menjadi driver deforestasi? Tunggu dulu. Data European Commission 2013 justru menyebutkan bahwa Soybean adalah penyumbang 6% deforestasi, Cereals 8% dan Sawit ... hanya 2%.
Angka ini wajar saja, sebab di saat luas kebun kelapa sawit dunia baru di angka 24 juta hektar, luas kebun Soybean sudah 127 juta hektar, Rafeesed 37 juta hektar dan Sunflower 26 juta hektar. So?
Studi Henson (1999) menyatakan bahwa sehektar kebun sawit mampu menyerap 161 ton CO2 per tahun. Tapi lantaran selama setahun ini dipakai juga untuk respirasi sebesar 96,5 ton, maka net carbon sink nya menjadi 64,5 ton per hektar per tahun.
Studi Uning et al. (2020) juga menyatakan bahwa sawit mampu menyerap emisi sebesar 64 ton CO2 per hektar per tahun. Angka ini lebih besar ketimbang kemampuan hutan yang hanya sebesar 32 ton CO2 per hektar per tahun.
Serapan hutan sebesar itu bisa dimaklumi lantaran hutan tropis dipenuhi tumbuhan yang sudah tua dan dewasa. Tanaman semacam ini laju fotosintesis nya mendekati sama dengan laju respirasi (Soemarwoto, 1992).







Komentar Via Facebook :