https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

BRIN Ungkap Dampak Kebun Sawit Terhadap Keanekaragaman Satwa Liar di Sumatera

BRIN Ungkap Dampak Kebun Sawit Terhadap Keanekaragaman Satwa Liar di Sumatera

Acara bedah buku "Karakteristik dan Peran Areal NKT Dalam Konservasi Keanekaragaman Jenis Satwa Liar di Kebun Sawit Pulau Sumatera", di IPB International Convention Center. foto: Humas BRIN


Jakarta, elaeis.co - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memberi perhatian serius terhadap dampak perkebunan sawit Sumatera terhadap lingkungan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya Kelompok Riset (Kelris) Pengelolaan Lanskap Antropogenik di Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) BRIN. Kelris ini melakukan berbagai riset dan inovasi konservasi keanekaragaman hayati di lanskap antropogenik, seperti di perkebunan sawit.

Ketua Kelompok Riset Pengelolaan Lanskap Antropogenik, Rozza Tri Kwatrina mengungkapkan hasil kajian satwa liar yang berhasil diidentifikasi. Menurut Rozza, setiap areal Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di perkebunan sawit luasannya berkisar antara 7,8 ha hingga 3.911 ha, di mana yang letaknya berbatasan dengan masyarakat yaitu 20%, dan berada di dalam area perkebunan sawit sebanyak 80%.

“Terdapat 10 jenis mamalia yang diantaranya termasuk jenis dilindungi seperti macan akar, lutung kelabu, berang-berang cakar kecil, musang luwak, monyet ekor panjang, dan beruk," sebut Rozza dalam keterangan Humas BRIN dikutip Senin (18/9).

Dijelaskannya, dia juga menemukan 98 jenis burung, 11 jenis diantaranya berstatus dilindungi serta 34 jenis herpetofauna terdiri dari 24 amfibi dan 10 reptil serta ditemukan 504 individu kupu-kupu. "Selain inventarisasi, kami juga mengkaji manfaat dan peran ekologi dari jenis-jenis satwa liar yang ditemukan," sebutnya.

Hasil penelitian itu sudah dituangkan dalam buku "Karakteristik dan Peran Areal NKT Dalam Konservasi Keanekaragaman Jenis Satwa Liar di Kebun Sawit Pulau Sumatera". "Buku ini disusun berdasarkan hasil riset yang dilakukan bersama tim sejak tahun 2015 di 15 perkebunan sawit yang berlokasi di Sumatra Utara, Riau, dan Sumatra Selatan," ungkapnya.

Profesor riset bidang konservasi keanekaragaman hayati PREE BRIN, Hendra Gunawan menyatakan pentingnya manfaat buku ini. "Berisi pengetahuan baru yang perlu diketahui khalayak. Informasi yang disajikan berdasarkan data hasil riset yang dilakukan para peneliti sesuai bidang keahliannya, dan cocok untuk isu lingkungan saat ini," ujarnya. 

Dia merinci pentingnya areal NKT bagi konservasi satwa liar. "Areal NKT dapat menjadi habitat lindung, menjaga keanekaragaman hayati, menjaga keseimbangan ekosistem, sebagai sumber kolonisasi/rekolonisasi, pengedali populasi hama, menjaga konektivitas habitat satwa liar, dan wahana penelitian satwa liar," paparnya.

Ketua tim penyusun buku dari IPB, Yanto Santosa berharap buku ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar mahasiswa dan panduan bagi praktisi. Ke depannya penyusunan buku akan dilanjutkan dengan seri lanjutan masih terkait isu NKT di lahan perkebunan sawit baik di Kalimantan, Sulawesi maupun daerah lainnya di Indonesia.

Sebagaimana diketahui, perkebunan kelapa sawit yang umumnya dilakukan secara besar-besaran sering dituding sebagai penyebab kerusakan lingkungan. Berkurangnya hutan tropis, pembakaran dan pengeringan lahan gambut serta semakin terancamnya spesies langka seperti orang utan merupakan dampak negatif meluasnya perkebunan kelapa sawit. 

Untuk itu, dibentuklah Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) pada tahun 2004 yang bertujuan mengembangkan dan mengimplementasikan standar global untuk produksi minyak sawit berkelanjutan. RSPO beranggotakan berbagai organisasi sektor industri kelapa sawit yang kini memiliki lebih dari 1000 anggota yang berasal dari sedikitnya 50 negara termasuk Indonesia. Salah satu komitmen RSPO adalah mewajibkan adanya areal Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di perkebunan sawit.


 

Komentar Via Facebook :