Berita / Nusantara /
BRIN dan BPDPKS Latih Petani Olah Sendiri Buah Sawit Jadi CPO
Pelatihan "Aplikasi Pengolahan Buah Sawit Menjadi Pra-CPO (Crude Palm Oil) Untuk Peningkatan Daya Tawar Petani Sawit Mandiri di Sentra Sawit Rakyat" di Pangkalpinang. foto: BRIN
Jakarta, elaeis.co - Pusat Riset Agroindustri Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan Pemprov Babel menggelar pelatihan bertajuk "Aplikasi Pengolahan Buah Sawit Menjadi Pra-CPO (Crude Palm Oil) Untuk Peningkatan Daya Tawar Petani Sawit Mandiri di Sentra Sawit Rakyat" yang berlangsung pada 20 - 23 Juni 2023 di Pangkalpinang.
Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) BRIN, Puji Lestari mengatakan, kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang saat ini menjadi salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia. Luas perkebunan sawit Indonesia sekitar 16,38 juta ha, terdiri dari perkebunan swasta (55%), petani swadaya (41%) dan perkebunan pemerintah (4%).
Berkembangnya perkebunan sawit rakyat ini turut membantu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat serta mengurangi pengangguran di daerah sekitarnya. "Namun peran petani masih termarginalkan karena produktivitas kebun rendah, tata kelola kebun yang belum baik, ditambah dengan persoalan logistik pasca panen, serta pungutan-pungutan yang diterapkan terhadap penjualan tandan buah segar (TBS), dan adanya pedagang perantara," kata Puji dalam pernyataan resminya, Sabtu (24/6).
Selain itu, masalah yang dihadapi para petani swadaya atau mandiri adalah kendala rantai pasok panjang, waktu tunggu TBS untuk diterima pabrik tidak menentu, budi daya, dan pascapanen yang kurang baik sehingga menjadikan kualitas buah rendah.
"Meski jumlahnya signifikan, petani sawit mandiri masih menjadi aktor terlemah dalam industri perkebunan kelapa sawit. Setelah panen di kebun, petani biasanya menjual TBS ke tengkulak. Setelahnya, tengkulak akan membawa TBS ke pengumpul atau ramp untuk ditimbang dan dijual. Baru kemudian pengumpul memasok TBS tersebut ke PKS," sebutnya.
“Selama ini petani sawit mandiri dianggap ‘pihak ketiga’. Ini membuat posisi petani sawit mandiri lebih lemah karena harga dan persyaratan kelayakan TBS ditentukan oleh perusahaan, bukan mengacu pada peraturan pemerintah. Petani sawit mandiri yang terletak di kawasan jauh dari pabrik kelapa sawit (PKS), pada umumnya memiliki permasalahan dalam menjual buahnya karena permasalahan umur simpan buah,” imbuhnya.
Mengatasi persoalan itu, dibutuhkan pendekatan yang baik agar pengolahan TBS bisa sesegera mungkin dan kualitas CPO yang dihasilkan terjaga. "Petani sawit mandiri harus bisa mengolah TBS di lokasi tidak jauh dari kebunnya," katanya.
"Namun biaya investasi pembangun PKS dengan kapasitas besar atau setidaknya 30 ton per jam dan pengoraginasasian merupakan kendala utama bagi petani sawit rakyat, kelompok tani dan/atau koperasi. Untuk mengatasi masalah itu semua, kita melaksanakan workshop kepada 25 perwakilan petani sawit mandiri di Provinsi Babel," imbuhnya.
Diharapkan dengan adanya pelatihan ini, dapat mengefektifkan produk TBS dan harganya tidak jatuh, sehingga petani mendapatkan keuntungan dan dapat memanfaatkan aplikasi pengolahan buah sawit pra-CPO dari TBS.
Kepala Pusat Riset Agroindustri BRIN, Mulyana Hadipernata menambahkan, kegiatan ini merupakan bagian dari riset pengembangan sawit dan salah satu tupoksi peneliti BRIN. "Provinsi Babel terpilih karena kerjasamanya dengan petani sawit dan stakeholder yang terkait berjalan dengan baik," ungkapnya.
Mulyana juga menambahkan, TBS harus dengan cepat diolah setelah dipetik untuk memperoleh kualitas CPO yang baik. "Dan sebaiknya sebelum berumur 24 jam sudah diolah. Melebihi waktu ini, TBS akan terdegradasi dan membusuk," jelasnya.
Periset Pusat Riset Agroindustri, Indra Budi Susetyo, menyebutkan bahwa hasil riset BRIN untuk pasca panen dalam pengolahan sawit pada skala petani yaitu press buah sawit (bekerja sama dengan peneliti Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia/MAKSI). "Setelah di-press, dilakukan pemurnian hasil pemerasan buah agar didapat hasil CPO yang memenuhi standar industri dengan menerapkan teknologi tepat guna dan sederhana dengan target bisa dioperasikan oleh tingkat petani," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Divisi UKMK BPDPKS, Helmi Muhansyah menuturkan, pihaknya mendukung kegiatan ini dan diharapkan hasil riset Pusat Riset Agroindustri BRIN ini dapat dimanfaatkan dan menjadi peningkatan daya tawar petani dalam rantai pasok industri sawit.
"Selain pengenalan teknologi, para petani juga dikenalkan skema bisnis dalam pengolahan hasil panen buah sawit berbasis kawasan. Kesejahteraan petani diharapkan bisa meningkat dengan meningkatnya daya tawar dalam penjualan buah sawitnya," ucapnya.
Dengan memiliki pengolahan sawit, menurutnya, petani memiliki pilihan dalam penjualan buah sawit. "Bahkan bisa juga mengolah buah reject atau buah brondol menjadi produk High Acid CPO. Dalam kegiatan workshop ini, untuk pasar HA-CPO juga tersedia perusahaan sebagai off-taker sehingga kendala pasar bisa diatasi," sebutnya.
Pihaknya mengharapkan hasil riset Pusat Riset Agroindustri BRIN ini bisa dimanfaatkan dan menjadi peningkatan daya tawar petani dalam rantai pasok industri sawit.
Sekretaris Daerah Provinsi Babel, Sunardi menyambut baik kegiatan ini. Sawit merupakan komoditas unggul di Babel dan berkontribusi menopang perekonomian daerah. "Perkebunan sawit masyarakat telah berkembang pesat hingga 75 ribu Ha lebih, ini menjadi potensi besar bagi peningkatan ekonomi masyarakat," sebutnya
"Dengan adanya pelatihan ini semoga petani kelapa sawit dapat termotivasi serta meningkatkan kesejahteraan sehingga mampu berkontribusi kepada daerah maupun negara," pungkasnya.
Peserta pelatihan tercatat ada 25 orang yang terdiri dari petani perorangan, kelompok tani maupun koperasi serta pemangku kebijakan di daerah sentra sawit yang memiliki luas kebun sawit mandiri di Provinsi Babel.







Komentar Via Facebook :