Berita / Nasional /
Bioavtur Masih Mahal, Sedang Dikembangkan Generasi Kedua Berbahan Biomassa Sawit
Uji terbang CN235 menggunakan bioavtur. foto: Kemen ESDM
Jakarta, elaeis.co - Indonesia sebagai negara penghasil kelapa sawit terbesar memanfaatkan biomassa untuk sumber energi terbarukan, salah satunya bahan bakar pesawat terbang.
Dalam Seminar 'Pemanfaatan Biomassa untuk Bahan Bakar Pesawat Terbang dengan Standar Sustainable Aviation Fuel' di rangkaian kegiatan Indonesia Research and Innovation Expo (InaRI Expo) 2023, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian, Prayudi Syamuri, memaparkan potensi kelapa sawit di Indonesia.
"Dalam segi ekspor perkebunan, sekitar 75 persen berasal dari kelapa sawit. Hal ini berarti 3 dari 4 sumber ekspor perkebunan dari kelapa sawit. Melimpahnya kelapa sawit dapat mendorong pengembangan bioenergi, yang dalam hal ini bioavtur," paparnya dalam keterangan resmi, kemarin.
"Minyak hasil kelapa sawit sangat potensial sebagai bahan baku pangan dan energi. Indonesia sudah menjadi lumbung pangan dunia dari kelapa sawit," imbuhnya.
Senada dengan Prayudi, Kepala Organisasi Riset Tata Kelola, Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Agus Eko Nugroho menyampaikan, Indonesia perlu mengembangkan bioavtur sebagai bahan bakar pesawat. "Mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan, bisnis penerbangan tentunya menjadi sangat penting," ujarnya.
Analis Kebijakan Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Maslan menuturkan, bioenergi merupakan salah satu Energi Baru Terbarukan (EBT) yang mendukung transisi energi menuju net zero emission.
"Pengembangan bioavtur di Indonesia telah diinisiasi sejak 2015. Pertamina dan ITB mengembangkan bioavtur dengan konsentrasi 2,4 persen, yang saat ini disebut bioavtur J2,4. Ini merupakan campuran kerosin dan palm oil 2,4 persen," sebutnya.
Menurutnya, tantangan besar sedang dihadapi industri penerbangan karena kebutuhan avtur sebagai bahan bakar pesawat terus meningkat. Hingga saat ini, bioavtur masih terus dikembangkan di Pertamina dengan menggunakan bahan baku lainnya, termasuk bahan baku Palm Oil Mills Effluent (POME). Namun ada perbedaan harga antara bahan bakar avtur dan bioavtur yang akan berpengaruh terhadap biaya operasional maskapai.
Saat ini, lanjut dia, biofuel yang sudah dikembangkan di Indonesia adalah biodiesel dan bioetanol. "Bahan bakar tersebut merupakan hasil bahan bakar nabati, ke depannya pengembangan biofuel bukan hanya untuk kalangan tertentu, tetapi dapat dijangkau masyarakat," tandasnya.
Sementara itu, Vice President Strategic Planning Refining & Petrochemical PT. Kilang Pertamina International Prayitno menjelaskan, Pertamina sebagai BUMN memiliki kewajiban menyediakan energi yang available, affordable, dan sustainable.
"Pertamina sudah bisa membuat bioavtur di Kilang Cilacap, sekarang porsinya 2,4 persen, sudah dilakukan uji terbang CN235 tahun 2021, dan tahun ini direncanakan buat komersial boeing. Semoga berhasil dengan baik," jelasnya.
Dia menyebutkan, bahan baku untuk bioavtur saat ini menggunakan RBDPKO. RBDPKO merupakan Crude Palm Oil (CPO) yang sudah diolah lebih lanjut dan harganya masih mahal.
Prayitno membeberkan, untuk jangka panjang, Pertamina Kilang Cilacap merencanakan pembangunan fasilitas baru dengan bahan baku yang awalnya didesain menggunakan bahan baku CPO.
"Sementara ini CPO dan produk yang dihasilkan CPO itu dibeli Eropa, maka kita mencari bahan baku second generation, diantaranya minyak jelantah, POME, atau bahan baku yang lain. Sehingga desain saat ini merupakan second generation," paparnya.
Perekayasa Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Industri Proses dan Manufaktur BRIN Semuel Pati Senda mengungkapkan, kelapa sawit merupakan penyumbang limbah terbesar, terutama dalam bentuk limbah cair atau POME dan tankos (tandan kosong).
POME sangat berbahaya jika dibuang ke lingkungan. Saat ini industri pengolah kelapa sawit sudah banyak yang mengolah POME menjadi biogas sesuai dengan Permen No. 29 Tahun 2018 terkait dengan industri hijau. "Biogas ini bisa menyumbang 9,7 persen untuk program energi," jelasnya.
Dia mengulas perlu tiga proses dalam mengolah biomassa menjadi biogas. Antara lain pembakaran langsung, konversi termokimia, dan konversi ion kimia biologis. "Biogas merupakan bahan bakar yang paling aman dan efektif di antara bahan bakar lainnya," sebutnya.







Komentar Via Facebook :