Berita / PSR /
Biaya dan Pemeriksaan oleh APH Jadi Kendala Replanting di Daerah ini
Sosialisasi PSR dan produk turunan kelapa sawit di Aceh Utara. Foto: Ist
Lhoksukon, elaeis.co – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bekerja sama dengan Anggota Komisi IV DPR RI, HTA Khalid MM, melaksanakan sosialisasi Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan produk turunan kelapa sawit di Aceh Utara.
Khalid yang hadir secara virtual mengapresiasi BPDPKS karena memfasilitasi kegiatan tersebut. Dia juga meminta para peserta sosialisasi memanfaatkan kegiatan itu untuk menambah wawasan sekaligus mencari solusi jika menemui kendala dalam pelaksanaan PSR.
“Komisi IV DPR RI siap membantu dan mengadvokasi usulan PSR dari petani. Saya mengharapkan kepada petani yang akan melakukan replanting, silakan ajukan, kami Komisi IV DPR RI siap membantu,” kata Ketua DPD Gerindra Provinsi Aceh itu lewat keterangan resmi belum lama ini.
Kepala Dinas Perkebunan Peternakan dan Kesehatan Hewan Aceh Utara, Lilis Indriansyah, mengatakan, replanting di Aceh Utara masih bisa terlaksana dengan baik walau menghadapi banyak kendala.
“Semangat para petani yang membuat saya menjadi lebih semangat, dinas tidak ada apa-apanya tanpa petani. Petani juga tidak bisa berbuat apa-apa jika tidak ada lembaga yang mengurus. Kami juga sangat bersyukur karena banyak yang selama ini tidak tahu, sekarang menjadi lebih tahu,” ungkapnya.
Meskipun kebun sawit rakyat yang di-replanting belum mencapai 100 persen dari target, menurutnya, pelaksanaan PSR sudah berjalan baik sejak diusulkan pertama kali tahun 2018.
“Di lapangan pasti banyak kendala yang perlu diantisipasi, salah satunya adalah soal legalitas lahan. Kami tidak cukup biaya untuk melakukan verifikasi soal legalitas lahan ini,” bebernya.
Dia menambahkan, persoalan pemeriksaan oleh aparat penegak hukum atau APH juga membuat kegiatan replanting menjadi terkendala karena waktu yang tersita sangat panjang. “Meskipun demikian, kami selalu berusaha untuk mempercepat segala hal jika ada warga yang ingin mempercepat replanting,” tukasnya.
Dosen Universitas Syiah Kuala, Azhar Mahmud, mengaku sudah lama meminta kepada pemerintah untuk mempermudah proses administrasi dan birokrasi PSR. “Saat ini sudah lebih dari 50% birokasi replanting dipangkas. Kita ingin prosesnya sederhana,” katanya.
Selain replanting, menurutnya, penting untuk diserap secara maksimal oleh petani kelapa sawit adalah dana sarana dan prasarana (sarpras). Sebab, anggaran sarpras kelapa sawit dari BPDPKS sangat besar. “Sayang kalau tidak diserap,” ujarnya.
Ketua Divisi UKMK BPDPKS, Helmi Muhansyah, menjelaskan bahwa BPDPKS menjalankan peran strategis terkait PSR, pembangunan sarpras perkebunan, pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, promosi, pemenuhan kebutuhan pangan, hilirisasi industri perkebunan kelapa sawit, hingga penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja sektor sawit Indonesia, penciptaan pasar domestik, serta menyerap kelebihan CPO di pasar dalam rangka stabilisasi harga dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Saat ini, dari total 16,38 juta hektare luasan kebun kelapa sawit nasional, 42% diantaranya atau 6,94 juta hektare adalah kebun milik rakyat. Kebun sawit menjadi sumber penghasilan bagi total 2,6 juta pekebun rakyat.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (Aspek PIR), Setiyono, yang tampil secara virtual, menambahkan, perluasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia tergolong sangat cepat. “Selama 17 tahun terakhir, Indonesia adalah negara penghasil kelapa sawit terbesar dunia,” sebutnya.
Dia juga menyebutkan bahwa aktivitas manusia saat ini tidak bisa terlepas dari kelapa sawit. “Mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali, semua bersentuhan dengan produk sawit seperti sabun mandi, pasta gigi, kosmetik, minyak goreng, dan pangan lainnya. Bahkan obat-obatan juga mengandung kelapa sawit,” pungkasnya.







Komentar Via Facebook :