https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Biar Tak Cekcok Lagi Soal Rendemen Sawit. Ini Jalan Tengahnya

Biar Tak Cekcok Lagi Soal Rendemen Sawit. Ini Jalan Tengahnya

Fery Harianja. Foto: Dok. Pribadi


Pekanbaru, elaeis.co - Cekcok soal rendemen sawit seperti yang pernah terjadi di Riau dan Sumatera Selatan (Sumsel) belakangan, kayaknya akan terus berulang. 

Soalnya pengujian kadar Crude Palm Oil (CPO) dan Crude Palm Kernel Oil (CPKO) pada Tandan Buah Segar (TBS) yang dilakukan sekali lima tahun --- bahkan sekali 10 tahun --- dianggap sudah sangat tidak up to date lagi.

Sebab sesungguhnya, hasil uji rendemen CPO+CPKO pada Januari tidak akan sama dengan Februari dan tidak sama pula dengan Maret, serta bulan-bulan berikutnya. 

Seorang praktisi kelapa sawit, Fery Harianja, menyarankan agar proses pengujian kadar CPO+CPKO pada TBS dilakukan sekali sebulan. Hasilnya kemudian berlaku untuk satu bulan. 

"Ini menjadi jalan tengah kesepakatan kadar CPO-inti yang kemudian dijadikan tolak ukur pada rumus penentuan harga TBS mitra perusahaan. Akurasinya akan lebih tepat," ujarnya. 
 
Lelaki 46 tahun ini mengingatkan, fluktuasi kadar CPO-inti itu, sepanjang tahun selalu berubah menurut musimnya. "Kalau perubahan berat hasil panen berubah setiap bulan, kadar CPO-intinya, tentu akan berubah pula," terangnya. 

Oleh perkembangan teknologi yang ada saat ini kata Fery, untuk membikin lababoratorium pengujian rendemen, biayanya enggak mahal. 

"Laboratorium bisa disepakati di tempat netral. Bisa menyewa laboratorium yang sudah bersertifikat, atau laboratorium yang dibangun oleh kedua belah pihak (petani dan pabrik). Terus, pengujian dilakukan bersama-sama oleh perwakilan perusahaan dan perwakilan petani," Fery menyarankan. 

 

Proses penimbangan sampel dan proses ekstraksi CPO kata Fery juga dilakukan bersama-sama, disaksikan oleh pihak dinas perkebunan dan ahli kimia dari laboratorium terakreditasi atau orang yang dianggap berpengalaman. 

"Dinas dan ahli bisa dianggap sebagai juri dan pengarah konsep analisa. Dengan begitu, tidak ada kecurigaan dari kedua belah pihak," ujar ayah satu anak ini. 

Sarjana Teknik Industri Universitas Sumatera Utara ini memastikan kalau menguji rendemen itu tidak sulit. Prosesnya juga tidak lama. Begitu sampel masuk ke laboratorium, besoknya hasil uji sudah ketahuan. 

"Dengan cara seperti ini kata Fery, kedua belah pihak akan puas. Petani tidak merasa dirugikan, dan perusahaan pun tidak merasa kayak 'beli kucing dalam karung.'

Magister ilmu lingkungan Universitas Riau ini kemudian mengingatkan agar petani menjaga kriteria panen sesuai aturan panen yang berlaku. Misalnya dua brondolan jatuh di piringan, maka buah itu sudah dianggap matang dan siap dipanen. 

"Kutip brondolan yang ada di bawah pohon dan membawahnya ke Tempat Penumpukan Hasil (TPH) untuk diangkut. Jangan menjual brondolan ke pihak lain," pintanya.   

Persentase brondolan panen yang diangkut ke PKS bakal kelihatan dari persentase banyaknya brondolan dalam truk pengangkut TBS. 

"Ini akan menjadi acuan bagi pihak sortasi di PKS untuk memberikan finalty, bagi petani yang truknya membawa brondolan kurang dari 6% dari total TBS," katanya.

Kalau brondolan kurang dari 6%, ada tiga kemungkinan yang akan terjadi. "Bisa jadi brondolan tidak dikutip, banyak buah mentah, atau brondolan dijual ke pihak lain. Kalau sudah begini, petani akan kena finalty. Makin sedikit brondolan, finalty akan semakin besar," ujarnya. 
 
Kriteria lain yang bisa membikin petani kena finalty kata Fery antara lain; tongkol panjang, kadar sampah, tanah dan pasir yang ikut dalam TBS saat ditimbang. 

"Jadi, kalau semua ini dilakukan, perusahaan akan bisa mendapatkan target rendemen yang ditetapkan perusahaan dan petani sawit bisa mendapatkan harga yang adil dan pantas sesuai kualitas TBS yang diantarnya," Fery meyakinkan.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :