Berita / Nasional /
Biar Nggak Diremehkan Dunia, Indonesia Harus Upgrade Standar Sawit
Jakarta, elaeis.co - Indonesia kembali bersuara lantang soal keberlanjutan minyak sawit. Setelah bertahun-tahun menghadapi tekanan dan tudingan miring dari pasar internasional, pemerintah kini memperketat standar pengelolaan sawit demi memastikan komoditas andalan nasional ini tidak lagi dianggap “biang masalah” oleh negara lain.
Langkah ini ditegaskan langsung oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, dalam Konferensi Minyak Sawit Indonesia (IPOC) ke-21 di Nusa Dua, Bali.
Rachmat menyebut bahwa penguatan standar keberlanjutan adalah kunci agar industri sawit Indonesia bisa bersaing secara sehat, transparan, dan ilmiah di pasar global.
Menurutnya, narasi negatif tentang sawit sering beredar tanpa dasar yang kuat, bahkan kerap mengabaikan kemajuan yang sudah dicapai Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
“Kalau dikelola dengan benar, minyak sawit bukan bagian dari masalah, tapi bagian dari solusi,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa minyak sawit bukan sekadar komoditas ekspor, melainkan juga sumber pangan, energi terbarukan, dan penghidupan bagi jutaan petani kecil.
Karena itu, tata kelola yang baik harus memastikan pertumbuhan ekonomi berjalan seiring dengan perlindungan lingkungan.
Pemerintah kini memperketat regulasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), memperkuat ketertelusuran digital, hingga mempercepat program peremajaan kebun sawit rakyat.
Kemenangan Indonesia atas sengketa minyak sawit di WTO juga disebut sebagai bukti bahwa kebijakan biofuel nasional sesuai dengan aturan global.
Putusan itu memperkuat posisi Indonesia bahwa sawit bisa menjadi bagian dari solusi energi dan iklim, bukan ancaman seperti yang sering digembar-gemborkan sebagian pihak.
Selain itu, pemberdayaan petani kecil turut menjadi fokus utama. Pemerintah membuka akses pembiayaan yang lebih inklusif, mendorong adopsi teknologi tepat guna, dan meningkatkan produktivitas agar petani tidak tertinggal dalam transformasi industri.
“Transformasi sawit harus memastikan tak ada kelompok yang ditinggalkan,” tegas Rachmat.
Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor dan negara untuk membangun industri sawit yang menjunjung prinsip etika, keberlanjutan, dan keadilan sosial sejalan dengan filosofi Tri Hita Karana yang menekankan harmoni manusia, alam, dan spiritualitas.
Langkah memperketat standar ini menjadi pesan tegas bahwa Indonesia tidak tinggal diam menghadapi diskriminasi global.
Dengan peningkatan regulasi, transparansi, dan nilai tambah di hulu-hilir, pemerintah berharap sawit Indonesia makin diterima pasar dunia sekaligus membawa manfaat lebih besar bagi kesejahteraan petani.







Komentar Via Facebook :