Berita / Nusantara /
Beri Waktu Tiga Hari Gubernur Riau Atasi Harga Sawit, Jika Tidak BMR Demo Besar-besaran
Sekretaris Umum PP BMR, Ali Junjung Daulay. (Ist)
Pekanbaru, elaeis.co - Pengurus Pusat Barisan Muda Riau (PP BMR) menilai, anjloknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit membikin ekonomi petani yang bergantung hidup pada sektor sawit kelimpungan.
"Khusus di Provinsi Riau, ekonomi dan dapur para petani sawit saat ini terganggu akibat anjloknya harga. Ini sangat miris," kata Sekretaris Umum PP BMR, Ali Junjung Daulay dalam keterangan tertulis kepada elaeis.co, Sabtu (25/6).
Secara tidak langsung, kata Ali, dampak dari anjloknya harga sawit, tidak hanya dirasakan para petani. Namun semua kalangan masyarakat juga ikut menjadi korban murahnya harga TBS saat ini.
Karena multiplier effect dari sawit sangat mempengaruhi sendi-sendi aspek sosial, ekonomi, ekologi dan aspek keamanan.
Seperti diketahui, penurunan harga TBS yang kian hari semakin menurun dikarenakan penuhnya tanki-tanki Crude Palm Oil (CPO) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS), ditambah lagi melambatnya penyerapan industri pengolahan (refinery).
Menurut Ali, semuanya itu terjadi karena tersumbatnya ekspor CPO dan turunannya. Lambatnya ekspor karena Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Menteri Perdagangan dan Kemenko Ekonomi yang praktis tidak berdaya.
Ali menegaskan jeritan petani sawit ini tidak boleh dibiarkan begitu lama, saat ini harga TBS sudah menyentuh Rp400-800/kg untuk petani swadaya, harus ada kebijakan strategis yang harus dijalankan.
Apalagi menurut Ali, anjloknya harga sawit ini juga sudah mulai dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin mengambil untung dan manfaat politik.
"Dalam kondisi ini tidak satupun pihak yang diuntungkan, malah menjadi bahan ejekan dari negara tetangga, karena kita terjebak Minyak Goreng dan justru menghancurkan bahan bakunya," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Bidang Advokasi PP BMR Junelka Lisendra Padang. Menurutnya penuruan harga TBS diakibatkan kesalahan pengambilan kebijakan pasca-pencabutan larangan ekspor.
"Seharusnya urusan migor ini sederhana, cukup disubsidi dari dana BPDPKS. Gak perlu ribet-ribet yang justru menghancurkan sektor sawit Indonesia," kata dia.
Untuk itu Junelka berharap pemerintah segera membuat kebijakan strategis terkait minyak sawit dalam negeri untuk mendongkrak harga TBS agar stabilitas ekonomi para petani sawit terjaga.
"Kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) jangan berdiam diri, khususnya di Riau. Masyarakat di Riau banyak yang bergantung hidup pada sawit. Kami meminta Gubernur Riau untuk segera surati kepala daerah kabupaten/kota di Riau melakukan pengawalan harga TBS. DPRD Riau pun begitu lakukan pengawasan jangan hanya berdiam diri," kata Junelka.
"Kami berikan waktu 3x24 jam (tiga hari), kalau tidak ada langkah pengawalan tersebut, kami akan datangi Kantor Gubernur dan DPRD Riau," tegas Junelka.
Junelka mengatakan, pihaknya mendukung penuh asosiasi sawit atau siapapun yang sudah memperjuangkan harga TBS Petani sawit. Dan sebaliknya, BMR mengutuk keras bagi siapapun yang menyudutkan para petani sawit ditengah kondisi harga TBS saat ini.
"Jangan ada yang coba-coba bermain dalam situasi kisruh ini, kami tidak segan-segan bertindak. Saya pastikan, kami akan kawal terus," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :