https://www.elaeis.co

Berita / Internasional /

Bergantung pada Pekerja Indonesia, Produksi Sawit Malaysia Anjlok

Bergantung pada Pekerja Indonesia, Produksi Sawit Malaysia Anjlok

Foto Antara


Jakarta, Elaeis.co - Hasil produksi perkebunan kelapa sawit di Malaysia mengalami penurunan drastis, hal tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar di sektor perkebunan negeri Jiran.

Menurut Malaysian Estate Owners Association (MEOA), hal tersebut terjadi karena kurangnya tenaga kerja yang dihadapi oleh perkebunan kelapa sawit Malaysia, dan menyebabkan hasil tandan buah segar (TBS) nasional menurun lebih jauh tahun ini.

Dikutip dari WartaPontianak-- jaringan Pikiran-rakyat, Malaysia mencatat hasil TBS sebesar 16,73 ton minyak per hektar tahun lalu turun dibanding tahun 2018 sebesar 17,19 ton dan 17,89 ton pada tahun 2017.

Indikator menuliskan, penghasilan TBS di Malaysia mencapai puncaknya pada tahun 2017 sebelum tren menurun karena pandemi Covid-19.

“Kita harus mencapai 25 sampai 26 ton/ha dengan bahan tanam yang kita punya. Melihat hasilnya, jelas ada yang salah,”kata Jeffrey Ong, mantan presiden MEOA tersebut.

Masalah lain yang dihadapi perkebunan sawit Malaysia adalah buah sawit tidak dipanen, karena perkebunan kelapa sawit sangat bergantung pada pekerja asing, terutama tenaga kerja asal Indonesia.

Solnya, sejak pandemi Covid-19, banyak tenaga kerja asal Indonesia yang kembali pulang dan lebih memilih mencari pekerjaan di dalam negeri.

Perkebunan kelapa sawit Malaysia kini sedang berjuang dengan kekurangan tenaga kerja. Apalagi, pembekuan berkepanjangan pada perekrutan oleh pemerintah karena Covid-19, sementara penduduk setempat menghindari bekerja di perkebunan.

“Kekurangan tenaga kerja sangat berdampak besar pada petani kecil dan bahkan petani besar, yang tidak bisa menikmati harga CPO yang sedang bagus sekarang," kata Datuk Nageeb Wahab, Presiden Asosiasi Minyak Sawit Malaysia.

Dirinya mengatakan sebagian besar perkebunan di negara ini tidak hanya menghadapi kekurangan pemanen, mereka juga tidak memiliki cukup pekerja umum untuk memberi pupuk, membersihkan rumput liar dan menghilangkan pelepah yang membusuk dari pohon.

Jeffrey Ong juga mengatakan, merujuk pada survei pra-MCO yang dilakukan oleh Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB), menunjukkan bahwa Malaysia kekurangan 31.021 pemanen yang mencakup 76 persen industri.

Menurut Kementerian Pertanian Malaysia, berdasarkan perkiraan konservatif produktivitas per pemanen sebesar 1,5 ton TBS per hari pada 280 hari kerja setahun. Kehilangan pemanen ini mengakibatkan 17,143 juta ton per tahun atau hampir 20 persen hasil sawit Malaysia hilang.

Artinya, karena itu produksi 3,429 juta ton minyak sawit mentah (CPO) dan 857.000 ton inti sawit per tahun di negeri Jiran hilang begitu saja.

Gara-gara itu, produksi CPO Malaysia juga turun 3,76 persen menjadi 19,1 juta ton pada 2020 dari 19,86 juta ton di tahun 2019. Kendati begitu, Malaysia berharap pada tahun ini produksi CPO bisa diangka 19,6 juta ton.

Mengenai perekrutan penduduk lokal, Ong menyalahkan sistem pendidikan negara yang berakibat resistensi kaum muda untuk bekerja di perkebunan sebagai pemanen atau pekerja umum tidak ada.

Logikanya, pekerja lokal lebih suka mengambil pekerjaan pabrik yang lebih nyaman, tetapi pekerjaan ini masih diisi oleh pekerja asing dan bukan penduduk lokal.

Sementara itu, orang-orang di kampung melihat pekerjaan perkebunan sebagai tambahan penghasilan dari tanah mereka sendiri. “Sangat sedikit yang bekerja di perkebunan kelapa sawit penuh waktu. Umumnya, banyak yang bekerja hanya untuk uang saku saja” ujar Ong.

Sebetulnya, seruan untuk menjalankan fungsi mekanis di perkebunan kelapa sawit telah diperhatikan oleh perusahaan besar, namun memanen TBS masih padat karya, membutuhkan keahlian khusus.

“Pandemi ini juga telah membuka mata industri dan menunjukkan betapa bergantungnya Malaysia pada pekerja asing," kata dia.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :