Berita / Komunitas /
Bengkel Buka Jutaan Lapangan Kerja, tapi Pelakunya Belum Sejahtera
Pengurus PBOIN berdialog dengan Wakil Walikota Jakarta Pusat yang juga Dewan Penasihat PBOIN, Irwandi, terkait program penciptaan lapangan kerja di bidang usaha bengkel bagi pemuda di wilayah Jakarta
Jakarta, Elaeis.co - Tersebar hingga ke pelosok, bengkel adalah salah satu usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang digeluti jutaan warga Indonesia. Namun usaha tersebut masih belum sepenuhnya mampu menyejahterakan pelaku usaha maupun para pekerjanya.
Ketua Umum Persatuan Bengkel Otomotif Indonesia (PBOIN), Hermas E Prabowo, mengatakan, saat ini ada sedikitnya 400.000 unit usaha bengkel kendaraan dan bagian-bagiannya yang tersebar di 81.616 desa di Indonesia. Sekitar 95 persen bengkel tersebut adalah usaha skala UMKM.
“Bengkel skala UMKM ini menyerap setidaknya 2 juta tenaga kerja dan menjadi gantungan hidup bagi lebih dari 5 juta jiwa. Tidak heran bila kehadiran usaha bengkel UMKM ini menjadi penopang ekonomi nasional, baik terkait aspek penyerapan tenaga kerja maupun pengentasan kemiskinan,” sebutnya melalui keterangan tertulis yang diterima Elaeis.co Jumat (24/9).
Selain manfaat ekonomi, menurutnya, layanan perawatan dan perbaikan kendaraan yang diberikan bengkel juga telah menjamin kenyamanan berkendara, kelancaran mobilitas dan transportasi, serta dukungan terhadap laju pertumbuhan ekonomi nasional.
“Sampai 2021 setidaknya ada 140 juta unit kendaraan bermotor, sekitar 85 persen diantaranya sepeda motor, yang sebagian besar menjalani perawatan dan perbaikan di bengkel UMKM,” bebernya.
Meski begitu, usaha bengkel otomotif dan bagian-bagiannya berskala UMKM sampai saat ini sebagian besar masih belum mampu menyejahterakan para pelakunya.
“Banyak tantangan yang dihadapi para pelaku usaha bengkel otomotif di masa sekarang dan yang akan datang. Solusi atas berbagai tantangan itu adalah kunci keberlanjutan dan peningkatan kesejahteraan para pelaku usaha bengkel dan para pekerjanya,” katanya.
Diantara tantangan yang dimaksudnya adalah belum adanya skema pembiayaan pengadaan lokasi bengkel yang sesuai dengan karakteristik usaha bengkel. Padahal lokasi bengkel sangat menentukan kelangsungan usaha.
Pemilik UMKM bengkel juga sulit mengakses permodalan, suku cadang kendaraan, dan peralatan kerja tertentu sebagai dampak proteksi. Mereka juga masih sering menjadi korban pemerasan oknum.
“Tantangan lain adalah rendahnya tingkat pendidikan serta rendahnya skill, kompetensi, dan pengetahuan teknik otomotif;” paparnya.
Usaha UMKM bengkel juga lamban berkembang karena belum tumbuhnya kesadaran bisnis di kalangan pemilik usaha. “Bengkel masih terbelenggu pola pengelolaan cara tradisional,” jelasnya.
“Tantangan yang tak kalah sulit adalah rasa kurang percaya diri dan persaingan tidak sehat sehingga cenderung terjadi perang harga,” imbuhnya.
Konsekuensi dari semua permasalahan itu, katanya, usaha bengkel UMKM tidak bisa tumbuh, maju, sehat, dan berkelanjutan.
“Banyak usaha bengkel UMKM di Indonesia timbul tenggelam, hidup segan mati tak mau. Padahal populasinya menjamur dari kota hingga pelosok desa. Kondisi seperti ini tentu tidak baik bagi kelangsungan usaha bengkel tanah air dan perekonomian nasional,” tandasnya.
Hermas menilai tantangan tersebut adalah persoalan bersama dan harus diselesaikan bersama. Itu sebabnya dia mengajak para pemilik usaha bengkel UMKM bergabung di PBOIN.
“Organisasi ini adalah wadah berhimpun dan sarana perjuangan para pengusaha bengkel otomotif UMKM untuk mewujudkan iklim usaha yang kondusif, menguntungkan, dan menyejahterakan para pelaku usaha dan pekerja bengkel secara berkesinambungan,” pungkasnya.







Komentar Via Facebook :