Berita / Serba-Serbi /
Bendungan di Lampung Sudah Siap, tapi Belum Bisa Diresmikan Presiden, ini Sebabnya
Bendungan Margatiga di Lampung Timur belum bisa dilakukan penggenangan karena lahan genangan belum semuanya dibebaskan. foto: BPKP Lampung
Sukadana, elaeis.co - Bendungan Margatiga di Kecamatan Marga Tiga, merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) di Kabupaten Lampung Timur, Lampung.
Bendungan ini memanfaatkan Sungai Way Sekampung yang merupakan sungai yang cukup potensial untuk memenuhi kebutuhan air meliputi irigasi, air baku dan tenaga listrik. Bendungan dibangun agar tampungan air memadai untuk keperluan tersebut.
Pengembangan sumber daya air di Sungai Way Sekampung dilakukan dengan membangun dua bendungan, yakni Bendungan Way Sekampung dan Bendungan Margatiga. Pembangunan bendungan Margatiga merupakan satu kesatuan dari pemanfaatan aliran air sungai Way Sekampung dari hulu hingga hilir yang bersifat Cascade (bertingkat).
Pembangunan Bendungan Margatiga bertujuan untuk penyediaan air irigasi untuk mendukung pengembangan Daerah Irigasi (DI) Jabung kiri seluas 5.638 Ha (existing) dan DI Jabung kanan seluas 10.950 Ha (potensial), meningkatkan intensitas tanaman DI Jabung 200%, penyediaan air baku 0,8m3/detik, mereduksi banjir 83,1 m3/detik, dan konservasi air pengembangan pariwisata.
Pembangunan kontruksi Bendungan Margatiga telah selesai 100% pada akhir tahun 2022 dan kini memasuki masa pemeliharaan. Namun bendungan urung diresmikan presiden dan hingga kini belum dapat dimanfaatkan.
Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Lampung, Suryasih Fifi Herawati, menyebutkan, pintu utama air belum ditutup atau belum dilakukan penggenangan air. "Hal ini disebabkan lahan genangan dan sabuk hijau (green belt) belum seluruhnya dibebaskan," jelasnya melalui keterangan resmi Kominfo BPKP Lampung.
Lahan untuk genangan air bendungan berada di kawasan hutan. "Ini merupakan salah satu penyebab belum selesainya pembebasan lahan. Akan tetapi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan surat Ijin Pelepasan Kawasan Hutan pada tanggal 22 Maret 2022," ungkapnya.
Masalahnya sekarang, ternyata lahan yang dilepaskan itu sudah lebih dulu digarap masyarakat dan telah ditanami kelapa sawit, karet, dan sebagian merupakan persawahan. Masyarakat penggarap memiliki alas hak berupa surat keterangan garapan/sporadik dari pemerintah desa.
"Masyarakat penggarap menghendaki ganti rugi atas tanam tumbuh dan juga tanah garapan. Inilah yang menjadi penyebab terhambatnya pembebasan lahan dan diperlukan kolaborasi antar Kementerian PUPR, KLHK, Kementerian ATR/BPN, dan Pemerintah Kabupaten Lampung Timur untuk menyelesaikannya," jelasnya.
BPKP Lampung sendiri bersama Tim Tipikor Polda Lampung dan BRIN melakukan verifikasi audit tanam tumbuh dengan menggunakan hasil foto udara, citra satelit, dan memakai rumusan jarak tanam pertanian. Namun metode ini ditolak sebagian penggarap karena dinilai tidak berkeadilan.







Komentar Via Facebook :