https://www.elaeis.co

Berita / Kalimantan /

Belum Ada Pekebun Sawit di Berau Kantongi ISPO, Terancam Tak Bisa Jual TBS 2025 Nanti

Belum Ada Pekebun Sawit di Berau Kantongi ISPO, Terancam Tak Bisa Jual TBS 2025 Nanti

Perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur. foto: Disbun Kaltim


Tanjung Redeb, elaeis.co – Dinas Perkebunan (Disbun) Berau, Kalimantan Timur, terus berupaya meningkatkan penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) bagi pekebun sawit swadaya atau mandiri. STDB merupakan syarat utama mengikuti sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang diwajibkan bagi kebun sawit rakyat paling lambat tahun 2025.

Berdasarkan data Disbun Berau, saat ini baru 129 pekebun sawit mandiri di kabupaten itu yang memiliki STDB. Dengan bantuan dan pendampingan sejumlah organisasi non pemerintah (NGO) dalam proses pengurusannya, tahun ini ditargetkan bisa diterbitkan 500 STDB bagi pekebun sawit.

“Masih banyak petani yang belum mau mengurus STDB, jadi perlu terus didorong agar semua pekebun sawit punya STDB,” kata Kepala Disbun Berau, Lita Handini, dalam keterangan yang dikutip Kamis (24/8).

Dia menegaskan bahwa sertifikat ISPO sangat dibutuhkan pekebun sawit tahun 2025 mendatang. Sebab, pekebun tidak akan bisa menjual tandan buah segar (TBS) dari kebun yang tidak bersertifikat ISPO. “Masalahnya sekarang, tanpa STDB tak bisa dapat ISPO. Dan sampai sekarang di Berau belum ada pekebun sawit yang mengantongi ISPO. Kalau perusahaan, sudah punya semua,” ungkapnya.

Dia juga menekankan bahwa STDB juga menjadi syarat untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat dalam hal ini Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) seperti program peremajaan sawit rakyat (PSR), sarana dan prasarana, maupun pengembangan SDM. "Bantuan semacam itu diberikan kepada kelompok tani yang anggotanya sudah punya STDB," tukasnya.

Selain karena enggan, kendala lain penerbitan STDB di Berau adalah status lahan sawit pekebun mandiri. Seperti masuk kawasan hutan, surat tidak lengkap, atau surat tanah belum dibaliknamakan.

“Akibatnya Disbun tidak bisa menerbitkan STDB. Inilah yang sedang kami cari solusinya dengan pihak provinsi. Misalnya pakai surat keterangan kampung atau bagaimana,” jelasnya.

Disbun Berau sendiri juga masih terkendala oleh kurangnya tenaga pemetaan. Padahal peta titik koordinat sangat penting untuk menjelaskan berapa luas lahan sawit dalam STDB.

“Tenaga kami hanya 2 orang untuk meneliti semua persyaratan. Makanya kami butuh bantuan pihak ketiga dalam proses penerbitan STDB,” paparnya.

“Penerbitan STDB terus berproses, mudah-mudahan targetnya bisa tercapai,” imbuhnya.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :