Berita / Nusantara /
Begini Dampak Buruk Tingginya Harga CPO
Seorang petani sawit sedang mengangkut hasil panennya untuk diantar ke pabrik. Foto: ist
Jakarta, elaeis.co - Di satu sisi, rekor baru yang tercipta atas harga Crude Palm Oil (CPO) yang terjadi kemarin, telah membikin pelaku industri kelapa sawit.�
Namun sisi lain, tingginya harga ini akan �menjadi ancaman baru kalau tidak disikap dengan bijak.�
"Kita musti hati-hati mengelola harga tinggi yang terjadi saat ini. Soalnya kalau harga ketinggian, perbedaan harga minyak sawit dengan minyak nabati lain akan makin menyempit, ini akan membikin daya saing minyak sawit makin turun," Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung, mengingatkan saat berbincang dengan elaeis.co, Jumat (12/3).�
Dengan harga yang 'super' tinggi saat ini kata Tungkot, bukan tidak mungkin akan membikin produsen CPO dan Tandan Buah Segar (TBS) tergoda menaikkan pengeluaran yang berdampak pada Harga Pokok Produksi (HPP) yang meningkat.�
Baca juga: Setelah 12 Tahun, Harga CPO Cetak Lagi Rekor Baru
Sebab ini sudah menjadi kebiasaan otomatis banyak orang. Kalau harga bagus, upah panen dinaikkan, ongkos angkutan juga begitu.�
Terus, petani juga akan berpotensi tergoda memanen TBS yang masih mentah. Oleh harga yang tinggi tadi, telah pula memancing orang untuk mencuri TBS. Ini semua tentu akan berdampak pada naiknya HPP.
"Kalau yang semacam ini sempat terjadi, dampaknya akan buruk saat harga CPO dunia turun. HPP terlanjur tidak kompetetif. Kekhawatiran lain adalah harga CPO yang tinggi akan makin mengancam B30 di dalam negeri. Akibatnya beban subsidi biosolar pun meningkat," katanya.
�
Dibilang B30 terancam lantaran lagi-lagi Tungkot tak menampik bahwa produsen biodiesel domestik akan tergoda memasarkan CPO nya ke pasar dunia ketimbang diolah menjadi biodiesel.�
Jika produsen tergoda, B30 pun akan terancam, stamina kenaikan harga CPO dunia akan cepat kendor dan bahkan bisa turun cepat.
Tungkot mengingatkan kalau Indonesia adalah eksportir minyak sawit terbesar dunia. Jika B30 tidak jalan, maka sekitar 8 juta ton CPO akan bertambah ke pasar dunia.�
Ini akan membuat stok CPO dunia meningkat. Kalau sudah begitu, harga CPO dipastikan akan cepat turun.�
"Jadi, jangan sampai tergodalah. Kalau kita bisa tidak tergoda, saya yakin Indonesia akan jadi pengatur irama pasar minyak sawit dunia," Tungkot yakin.
Alat pengatur itu kata Tungkot adalah B30 tadi. Sebab sejak B30 dijalankan tahun 2020 lalu, Indonesia sudah jadi dirigen atau conductor pasar minyak sawit dunia. "Ini harus ditingkatkan, minimal dipertahankan," pintanya.
�







Komentar Via Facebook :