https://www.elaeis.co

Berita / Serba-Serbi /

Batik Sawit, Peluang Ekonomi Baru Bagi Petani Sawit

Batik Sawit, Peluang Ekonomi Baru Bagi Petani Sawit

Syahdan, warga Bengkalis, sedang mengikuti pelatihan membuat batik sawit yang diselenggarakan SAMADE dan didukung BPDPKS (Hendrik/Elaeis.co)


Pekanbaru, Elaeis.co - Bersama puluhan peserta lainnya, Retti Ainur Rohmah (21) dan Syahdan (32) tampak tekun mencanting selembar kain putih dalam acara pelatihan batik sawit yang digelar Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE) bekerja sama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Hotel Grand Central Pekanbaru, Rabu (24/11/2021).

"Selama ini saya usaha salon. Mendengar ada pelatihan ini, saya penasaran, ingin tahu dan ingin mencoba sesuatu yang baru. Itu sebabnya saya ikut pelatihan ini," kata Retti kepada Elaeis.co.

Sambil menggerakkan canting atau alat membatik, warga Desa Air Tiris, Kabupaten Kampar, Riau, ini mengaku awalnya sekadar ingin coba-coba saja. 

Namun ia menjadi bersemangat saat mengetahui Pemprov Riau bakal mengalokasikan anggaran untuk pelatihan pembuatan dan pemasaran batik sawit.

"Tapi tadi Pak Kadis Pariwisata Riau menyebutkan akan ada dana bantuan untuk tahun depan. Mudah-mudahan ini bisa menjadi jalan rezeki saya," kata Retti.

Syandan yang ditemui terpisah mengaku memang ingin ikut pelatihan yang diadakan SAMADE dan BPDPKS ini.

Selama ini profesi yang digeluti warga Desa Sungai Pakning, Bengkalis, ini adalah penjahit pakaian.  "Mungkin pelatihan batik sawit ini bisa menjadi tambahan penghasilan saya kelak," kata Syahdan.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata Riau Ronny Rahmad mengungkapkan, Pemerintah Provinsi Riau bakal mengalokasikan anggaran untuk pengembangan batik berbahan sawit. 

Alokasi itu guna memudahkan para petani sawit memproduksi batik sawit secara massal sekaligus memasarkannya agar batik sawit menjadi merek dagang Riau.

Kata dia, tekad Pemprov Riau itu bukan isapan jempol. Sebab Pemprov memang ingin membuat petani sawit di Riau bisa mendapatkan nilai tambah dari perkebunan kelapa sawit.

Ia mencontohkan pembuatan lidi sawit yang telah dibantu pendanaannya oleh Pemprov. "Tahun lalu dana untuk lidi sawit Rp 200 juta, tahun ini Rp 150 juta," kata Ronny. 

Dana itu digunakan juga untuk membeli mesin untuk memproduksi lidi sawit hasil karya warga Riau yang kemudian memperoleh penghargaan nasional. "Kalau tak salah mesin lidi sawitnya itu senilai Rp 5 jutaan," kata Ronny.

Ia yakin hal yang sama bisa diterapkan untuk memproduksi batik sawit secara massal. Mengingat Riau juga sudah memiliki galeri khusus untuk pakaian khas masing-masing kabupaten.

"Ada 1.500 desa di Riau. Saya bayangkan, kalau tiap desa dibantu pendanaan untuk membuat dan memasarkan batik sawit, tentu petani sawit akan mendapatkan nilai tambah," kata Ronny.

Hj Budiarti, instruktur batik sawit dari Gresik, kepada Elaeis menyebutkan peluang untuk menjadikan batik sawit sebagai sumber ekonomi baru sangat besar. 

Ini seiring dengan keputusan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang mengharuskan salah satu pakaian seragam aparatur sipil negara (ASN) yang tergabung dalam KORPRI adalah batuk tulis.

"Regulasi itu tinggal selangkah lagi diterapkan. Kalau sudah jadi, maka ini tentu peluang bagi batik sawit. Nah, para petani sawit yang tergabung dalam SAMADE harus memanfaatkan peluang ini," kata Budiarti.

Tolen Ketaren, Ketua Umum DPP SAMADE, mengamini pendapat Hj Budiarti. Kata dia, jika pelatihan pembuatan batik sawit di Riau berjalan lancar, maka langkah selanjutnya adalah mengadakan pelatihan yang sama di provinsi lain.

"Cabang-cabang SAMADE nanti akan kita berikan pelatihan juga. Kita ingin SAMADE menjadi organisasi petani sawit yang masuk dalam bagian pelestari batik nusantara dengan menggunakan bahan sawit," kata Tolen.

Ia optimis hal itu akan terwujud, mengingat SAMADE dari berbagai provinsi juga antusias dan turut melihat proses pelatihan batik sawit. 


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :