Berita / Nusantara /
Banyak Petani Sawit Belum Kantongi ISPO, Pemerintah Diminta Beri Kelonggaran
Ist.
Bengkulu, elaeis.co - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Bengkulu menyebut masih banyak petani sawit di Bengkulu belum memiliki sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Sejumlah kendala menghambat petani mengikuti sertifikasi.
Ketua DPW Apkasindo Provinsi Bengkulu, Jafar mengatakan, ISPO merupakan sertifikat yang wajib dimiliki pengelola perkebunan sawit termasuk petani swadaya sebagai verifikasi bahwa pengelolaannya sudah terdaftar dan diakui negara. Hal tersebut sesuai Peraturan Presiden (Perpres) nomor 44 tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia yang diundangkan pada tanggal 16 Maret 2020.
"Adanya penyelenggaraan sistem sertifikasi ISPO ini ditujukan untuk memastikan dan meningkatkan pengelolaan serta pengembangan perkebunan kelapa sawit sesuai prinsip dan kriteria ISPO, meningkatkan keberterimaan dan daya saing hasil perkebunan kelapa sawit Indonesia di pasar nasional dan internasional, juga meningkatkan upaya percepatan penurunan emisi gas rumah kaca," kata Jafar, kemarin (15/2).
Sayangnya, banyak petani sawit di Bengkulu kesulitan mengurus sertifikasi tersebut. Kendala utamanya adalah banyak kebun sawit yang secara administrasi masih dalam kawasan hutan dan masih banyak yang belum memiliki sertifikat kepemilikan.
"Jadi dari hasil penelitian kita, ternyata banyak kebun petani sawit itu berada di HPT (Hutan Produksi Terbatas) dan hutan lindung. Ini menjadi persoalan serius bagi petani sawit di Bengkulu, inilah masalahnya kenapa tidak bisa ISPO," ujarnya.
Kendala lainnya adalah pendanaan. Menurut Jafar, untuk melakukan prakondisi atau mempersiapkan berbagai hal seperti persyaratan untuk sertifikasi ISPO, dibutuhkan dana yang tidak sedikit.
Itu sebabnya dia berharap pemerintah memberikan sertifikat ISPO secara cuma-cuma seperti yang sudah dilakukan Presiden Joko Widodo kepada petani di sektor lain. "Pemerintah sudah memberikan sertifikat gratis yang dibagikan pak Presiden secara masif di mana-mana," sebutnya.
"Kami dari Apkasindo telah berusaha menggandeng BPN di provinsi Bengkulu dan terakhir kami mengundang BPN pusat, tetapi semuanya hanya hit and run. Artinya tidak berujung. Kalau kita lihat, kenapa ISPO jadi kendalanya petani, ya karena kami tidak mempunyai legalitas hak milik dan lain sebagainya," tambahnya.
Selain itu, masih banyak petani mandiri yang tidak tergabung dalam koperasi atau kelompok tani. Padahal, salah satu syarat untuk mendapatkan sertifikat ISPO harus punya lembaga atau koperasi yang berbadan hukum.
"Petani terbagi dua, plasma dan mandiri. Yang paling dominan adalah petani kelapa sawit mandiri, mencapai 86%," tutupnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu, Ricky Gunarwan mengatakan, ISPO bagi usaha perkebunan merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan perkebunan berkelanjutan yang mensinergikan aspek ekonomi, sosial budaya dan ekologi.
"Keberhasilan pelaksanaannya tentu saja memerlukan dukungan dari semua komponen dan stakeholder atau pemangku kepentingan yang terkait dengan pembangunan usaha perkebunan. Tanpa itu maka mustahil bisa terwujud," tutupnya.







Komentar Via Facebook :