https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Banyak Perusahaan Sawit Tak Bayar Pajak, KPK Minta Lakukan ini

Banyak Perusahaan Sawit Tak Bayar Pajak, KPK Minta Lakukan ini

KPK melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi sektor tematik perkebunan kelapa sawit bersama stakeholder Pemkab Labuhanbatu Selatan. Foto: Dok. KPK


Jakarta, elaeis.co - Pemkab Labuhanbatu Selatan (labusel), Sumatera Utara (sumut), diminta mengoptimalkan pendapatan daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).

Plt Direktur Bidang Koordinasi dan Supervisi Wilayah 1 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Edi Suryanto, mengatakkan, Labusel memiliki potensi besar untuk mengejar dan mengoptimalkan penerimaan BPHTB dari perusahaan atau pribadi di sektor perkebunan kelapa sawit. 

Merujuk data Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut, 285.739,87 hektare lahan di Labusel belum memiliki hak guna usaha (HGU), 238.600,04 hektare diantaranya adalah lahan perkebunan sawit.

“Potensi inilah yang seharusnya bisa dimanfaatkan Pemkab Labusel,” jelas Edi melalui keterangan resmi KPK.

Saat ini terdapat 75 perusahaan perkebunan sawit di Labusel yang tercatat telah memiliki izin usaha perkebunan (IUP) atau izin lingkungan. Berdasarkan data Kanwil BPN Sumut, baru 57 perusahaan perkebunan sawit yang telah memiliki HGU. Rinciannya, 48 perusahaan swasta dan 9 perusahaan BUMN.

Adapun luas lahan yang dikelola ialah sebesar 78.104,095 hektare oleh swasta dan 30.416,180 hektare oleh BUMN. Luas tersebut setara dengan 35,23% dari total luas Kabupaten Labusel.

Sementara itu, berdasarkan data Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumut II, terdapat sebanyak 67 Nomor Objek Pajak (NOP) seluas 132.440 hektare serta tantangan utama adalah terkait dengan kepatuhan wajib pajak untuk melaporkan dan membayar kewajiban pajaknya.

Edi menambahkan, Pemkab Labusel juga bisa mengoptimalkan potensi perluasan basis data dan penerimaan PBB-P2 karena berdasarkan data terdapat seluas 49 ribu hektare perkebunan sawit rakyat yang juga harus ikut membayarkan pajak.

Melihat data-data tersebut, dia optimistis Labusel bisa menambah pendapatan daerah dan menggunakannya untuk kepentingan masyarakat.

"Akan tetapi untuk mengoptimalkan penerimaan PBB dan BPHTB, para pemangku kepentingan harus memperbaiki sistem administrasi perpajakan yang berlaku. Perizinan seperti izin lokasi, IUP, izin lingkungan, dan koordinasi pengurusan surat tanda daftar budidaya (STDB), juga harus dibenahi,” ujarnya.

Terkait dengan hal itu, KPK merekomendasikan Pemkab Labusel membentuk tim terpadu yang melibatkan BPN, kejaksaan negeri, dan instansi lain yang terkait untuk melengkapi dan merekonsiliasi data, melakukan verifikasi di lapangan, dan dalam jangka menengah membuat informasi satu peta-satu data.

Bupati Labusel, Edimin menjelaskan rendahnya pendapatan pajak dari sektor perkebunan sawit karena banyak perusahaan yang HGU-nya melewati batas dan tidak dilakukan perpanjangan. Di sisi lain, perusahaan kelapa sawit juga tidak melakukan pembayaran dan sangat sulit dilakukan penagihan.

“Saat ini kami memiliki 27 pabrik CPO dan yang terbesar di Sumut. Tetapi saat ini tidak pernah mendapatkan bagi hasil atas pajak CPO. Kami sudah melakukan koordinasi terkait dengan hal ini dengan kementerian, lembaga, dan organisasi pemerintah pusat,” katanya.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :