Berita / Sumatera /
Banyak Belum Penuhi Kewajiban, Perusahaan Sawit di Aceh Tamiang Didesak Serahkan Plasma
Ketua DPRK Aceh Tamiang, Fadlon. Foto: ist.
Karang Baru, elaeis.co – Perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, diminta segera memenuhi hak plasma masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku. Permintaan ini disampaikan oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang, Fadlon.
Menurutnya, perusahaan sawit harus memenuhi kewajiban sosial terhadap masyarakat yang ada di sekitar lokasi perkebunan untuk menghindari terjadinya konflik. "Ada sejumlah regulasi yang mengatur hak masyarakat sekitar perkebunan kelapa sawit, baik dalam bentuk kebun plasma maupun bantuan sosial lainnya," katanya dalam keterangan resmi dikutip Senin (13/1).
Khusus tentang plasma, kewajiban perusahaan ini diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian, Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar, dan Permentan No. 26 Tahun 2007 tentang Perkebunan.
Dia menyebutkan, luas Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan kelapa sawit di Aceh Tamiang mencapai 46.084,59 hektare yang dikelola oleh 34 perusahaan besar swasta (PBS) dan perusahaan negara. Namun, masih banyak perusahaan yang belum memenuhi kewajiban membangun plasma meskipun regulasinya banyak.
"Perusahaan sawit wajib memberikan 20 persen dari HGU untuk plasma, itu hak masyarakat sekitar kebun mereka. Kewajiban ini ada dasar aturannya," tegas politisi Partai Aceh itu.
Diakuinya, beberapa perusahaan sudah menjalankan kewajiban plasma sesuai aturan. Namun dalam pelaksanaannya masih banyak masalah yang muncul. Misalnya, perusahaan memberikan plasma yang lokasinya sangat jauh dari kebun inti. Akibatnya masyarakat tidak dapat mengelola lahan tersebut dengan baik. "Banyak kasus seperti ini sehingga masyarakat kesulitan untuk mengurusnya," ujarnya.
Selain itu, ada juga perusahaan yang memberikan plasma dengan luas yang tidak sampai 20 persen dari luas lahan yang dikelola oleh perusahaan. “Praktik semacam ini sangat merugikan masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik sosial,” sebutnya.
"Kami meminta agar Bidang Perkebunan di Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh Tamiang serta Pemerintah Provinsi Aceh menata ulang perusahaan-perusahaan sawit yang ada di Aceh Tamiang. Mereka harus diawasi dan dikontrol, terutama dalam hal pemberian hak plasma kepada masyarakat," sambungnya.
Dia menekankan bahwa pemberian plasma kepada masyarakat adalah salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan serta kemandirian masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan sawit seharusnya menjadi mitra yang baik bagi masyarakat, bukan malah menjadi pihak yang merampas hak-hak mereka.
"Keberadaan perusahaan sawit di daerah ini seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan malah menambah masalah. Kami berharap perusahaan sawit bisa memenuhi kewajibannya dan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat sekitar," tandasnya.
“Pemerintah dan perusahaan harus lebih serius menyelesaikan masalah plasma supaya hubungan antara perusahaan dan masyarakat dapat terjalin dengan lebih baik dan saling menguntungkan,” wakil rakyat dari daerah pemilihan Aceh Tamiang III ini menambahkan.







Komentar Via Facebook :