https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Bantuan Egrek dan Dodos tak Relevan dengan Status Lahan

Bantuan Egrek dan Dodos tak Relevan dengan Status Lahan

Ilustrasi (Facebook)


Pekanbaru, Elaeis.co - Meski sangat membutuhkan, banyak petani belum bisa mengakses bantuan sarana dan prasarana (sarpras) yang bersumber dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Persyaratan yang ditetapkan dinilai cukup berat.

Sekretaris DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Riau, Jono Albar Burhan, mengatakan, salah satu syarat yang dianggap tidak adil oleh petani adalah keharusan kebun sawit berada di luar kawasan hutan.

“Salah satu program BPDPKS adalah sarpras. Hanya saja menurut konsepnya, yang bisa mendapatkan bantuan adalah kebun yang berada dalam area penggunaan lain atau APL. Kebun dalam kawasan hutan tidak bisa mendapatkan bantuan sarpras,” katanya kepada Elaeis.co, Jumat (8/10/2021).

Dia menilai syarat tersebut kurang pas karena seluruh petani sawit, baik yang kebunnya berada di kawasan hutan atau tidak, berhak mendapatkan bantuan sarpras dari pemerintah.

“Dana pungutan ekspor yang dikumpulkan oleh BPDPKS untuk membiayai semua programnya tidak memandang apakah sawitnya berasal dari kebun di dalam kawasan hutan atau tidak. Jadi seluruh petani kelapa sawit di seluruh Indonesia seharusnya berhak mendapatkan bantuan dalam bentuk sarana dan prasarana itu,” tukasnya. 

Menurutnya, petani sangat membutuhkan dan menunggu-nunggu bantuan sarpras untuk menunjang pekerjaan mereka.

“Kalau peremajaan kebun, oke lah syaratnya harus di luar kawasan hutan. Itu kan lahannya yang mau dikerjakan. Tapi ini kan sarana dan prasarana, lebih kepada penunjang produksi. Sarana seperti egrek, dodos, masak itu juga harus dilihat apakah lahannya dalam kawasan atau tidak. Sedangkan dananya juga berasal dari petani yang kita tidak tahu apakah dia berada dalam kawasan hutan atau tidak,” tandasnya.

Menurutnya, aspirasi terkait masalah legalitas lahan ini sudah disampaikan kepada BPDPKS.

“Seharusnya tidak dijadikan syarat. Kebanyakan petani bukan secara sadar membuka lahan di kawasan hutan. Banyak petani sudah memiliki lahan dari tahun 90-an, suratnya sudah terbit, eh tahu-tahu sekarang disebut dalam kawasan. Itu salah siapa coba. Itu kan bukan salah petani, karena petani itu tahunya suratnya ada, tanahnya aman,” pungkasnya.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :