https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Banjir, Banyak yang Terpaksa Melewatkan Jadwal Panen

Banjir, Banyak yang Terpaksa Melewatkan Jadwal Panen

Hasil panen petani sawit di Desa Balai dilangsir menggunakan jetor. foto: MC Aceh


Kuala Simpang, elaeis.co - Petani kelapa sawit di Desa Balai, Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, terpaksa melangsir tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menggunakan jetor atau traktor bajak sawah. Mereka kesulitan mengeluarkan hasil panen dari kebun seperti biasa untuk dijual ke penampung karena akses jalan tergenang banjir.

"Gara-gara banjir, banyak petani juga menunda waktu panen TBS hingga tiga pekan. Sebenarnya minggu kemarin juga jadwalnya panen, tapi karena banjir panennya diundur jadi hari ini,” kata Amir Hamzah, petani di Desa Balai, melalui keterangan resmi Humas Pemprov Aceh.

Warga Kampung Balai yang rata-rata penghasilannya bergantung dari sektor sawit mengeluh. Pasalnya, selain ekonomi terganggu, pengeluaran mereka pun bertambah.

“Biasanya upah panen Rp 250 sampai Rp 300 per kilogram. Selama banjir, tambah biaya lagi untuk ongkos langsir sawit,” keluh petani berusia 38 tahun yang mengaku memiliki lahan kebun sawit hanya seluas 1 hektare itu.

Amir menjelaskan, saat banjir mereka mengeluarkan produksi sawit menggunakan jasa becak motor dan jetor. Hal itu dilakukan karena truk pengangkut TBS milik pengepul tidak bisa masuk ke kebun.

“Akses jalan produksi menuju kebun semuanya tergenang banjir. Sepeda motor saja harus disumpal knalpotnya dan dituntun dalam kondisi mati mesin baru bisa melintas,” kata Junaidi, petani lainnya.

Untunglah harga TBS sawit di tingkat petani di daerah itu masih normal, berkisar Rp 1.400 sampai Rp 1.500/kg. Harga ini sudah bertahan selama empat bulan terakhir atau sejak Oktober 2022.

"Kami berharap harga sawit terus stabil di tahun 2023 ini agar dapat menanggulangi biaya operasional dan perawatan kebun. Tidak bisa kami bayangkan kalau saat banjir ini harga sawit turun di bawah Rp 1.000/kg, bisa-bisa pembagian hasil panen lebih banyak ke pekerja dari pada pemilik kebun,” tukasnya.

Terpisah, Saptono (43), petani di Desa Paya Baru, Kecamatan Manyak Payed, mengaku sudah melewati panen sekali rotasi karena banjir. "Sungai di kebun meluap setinggi 50-100 sentimeter. Saya belum panen sampai sekarang ladang becek. Panennya tunggu sampai kebun kering,” ucapnya.

Dia mengaku lebih beruntung dibanding petani sawit di desa sebelah, Gunung Mejid. "Ada petani di situ hampir dua bulan tidak bisa pergi ke kebun karena akses jalan rusak berat saat musim hujan," ungkapnya.

"Ada sekitar 10 hektare luas kebun sawit yang jarang dikutip hasilnya gara-gara banjir. Mungkin sudah pada busuk di pohon buahnya karena tidak pernah ditengok oleh pemiliknya,” katanya.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :