Berita / Nasional /
B50, Strategi Sediakan Energi Murah dan Kurangi Ketergantungan Terhadap Ekspor
Mentan Amran Sulaiman saat soft launching implementasi B-50. foto: Kementan
Jakarta, elaeis.co - Pemerintah terus berupaya menjamin ketersediaan energi dan kemudahan akses masyarakat terhadap energi dengan harga terjangkau tapi tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Salah satunya dengan memproduksi biodiesel B50 yang di-soft launching oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman di Pabrik Biodiesel PT Jhonlin Agro Raya (JAR) di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, dua hari lalu.
Komitmen pemerintah itu disampaikan oleh Ketua Working Group B50, Andi Nur Alamsyah. "Ketahanan energi merupakan salah satu faktor penting ketahanan nasional. Selain ketahanan energi nasional, melalui B50 ini juga dapat mengurangi emisi karbon dan menekan defisit neraca perdagangan serta meningkatkan kesejahteraan petani," papar Andi dalam siaran pers dikutip Selasa (20/8).
Menurutnya, tantangan pengembangan biodiesel B50 ke depan bukan hanya pada pemenuhan bahan baku dari minyak sawit mentah atau CPO. Tetapi di aspek hilir juga dibutuhkan upaya-upaya khusus dalam hal peningkatan kapasitas terpasang pabrik termasuk peningkatan efisiensi produksi pabrik hingga 90%.
Di samping itu, perlu adanya inovasi dan teknologi dalam menyesuaikan spesifikasi B50, penyesuaian insentif biodiesel dan introduksi teknologi baru, juga strategi komunikasi dan aspek-aspek legalitas yang oleh pihaknya sedang upayakan diperkuat.
"Kami juga sedang melakukan penyesuaian infrastruktur dan sarana prasarananya untuk program B50 ke depan," imbuhnya.
Oleh karena itu, semangat kolaboratif dari semua pemangku kepentingan menjadi kunci pengembangan implementasi B50 yang melibatkan kementerian/lembaga teknis baik di level pusat maupun level daerah.
"Makna yang penting untuk ditekankan terutama bagaimana mendorong pendekatan kebersamaan multistakeholder, juga kalangan perusahaan dan industri biodiesel, melalui pendekatan kemitraan di dunia usaha dengan asas saling menguntungkan dan bersama-sama meraih visi misi pembangunan perkebunan yang berkelanjutan, utamanya untuk ketahanan energi nasional," ujarnya.
Menteri Amran sendiri menegaskan bahwa implementasi B-50 merupakan bagian dari upaya pemerintah mewujudkan kemandirian energi nasional dan energi hijau. "Indonesia menguasai 58 persen produksi CPO dunia. Ini merupakan kekuatan, jika dimanfaatkan dengan baik akan berdampak secara ekonomi dan politik. Harga minyak dunia akan turun, sementara harga CPO akan naik," katanya.
Dia menambahkan bahwa penggunaan biodiesel dapat menghemat devisa negara untuk impor solar yang membebani keuangan negara rata-rata hingga Rpc300-400 triliun per tahun. "Di sisi lain, dengan pemanfaatan minyak sawit untuk B-50, maka akan mengurangi ketergantungan terhadap pasar ekspor sawit yang sering menghadapi kampanye negatif serta berbagai persyaratan yang memberatkan," tukasnya.
Sementara itu, Direktur Utama Eshan Agro Sentosa (EAS) Group, Bambang A Wisena mengatakan bahwa pihaknya cukup optimis dengan kebijakan biodiesel pemerintah ke depan yang diharapkan menjadi angin segar bagi kemajuan industri kelapa sawit nasional. Namun begitu, masih perlu disiapkan aspek teknik, kebijakan, komersil, aspek lingkungan dan lainnya agar kebijakan B-50 berjalan lancar.
"Ke depan, diyakini kebutuhan biodiesel berbasis kelapa sawit sangat besar, khususnya untuk konsumsi dalam negeri dalam mewujudkan ketahanan energi nasional," katanya.







Komentar Via Facebook :