https://www.elaeis.co

Berita / Feature /

B30, Kamu Luar Biasa Deh...

B30, Kamu Luar Biasa Deh...

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung, saat berdiskusi dengan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono. foto: ist


Jakarta, elaeis.co - Pungutan ekspor, Biodisel, Oleokimia, asumsi banyak orang. Lembar catatan itu nampak menyebar di meja kerja lelaki 48 tahun ini, di Kantor Perwakilan DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo), di kawasan jalan Arifin Ahmad, Pekanbaru, Riau, Selasa lalu.�

"Ini catatan saya tentang sawit setahun �belakangan, persis sebelum Biodiesel 30 dijalankan," kata Gulat Medali Emas Manurung, si pemilik meja kerja kepada elaeis.co.

Wajah Auditor Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ini mulai nampak serius. "Di sinilah kadang saya miris dengan banyak orang yang membenci sawit. Macam-macam yang dibilang, termasuklah mengatakan kalau B30 bakal gagal. Buktinya apa coba?" kandidat doktor lingkungan Universitas Riau ini menatap, tajam.�

Baca juga: 167 Juta Hektar Lagi Hutan Akan Binasa
� � ��
Kalaulah Presiden Jokowi enggak ngotot menaikkan bauran solar dan biodiesel kata ayah dua anak ini, bisa jadi harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit enggak se-seksi sekarang. Harga Crude Palm Oil (CPO) Indonesia di duniapun akan jadi mainan lantaran bisa jadi over produksi.�

Tapi dengan program B30 itu kata Gulat, mata dunia langsung terbelalak. Sebab apa, pertama, Indonesia telah menjadi negara pertama yang melakukan mandatori di angka itu. Di negara lain malah hanya B7.�

Kedua, oleh mandatori tadi, serapan domestik meningkat tajam, dari yang tadinya hanya sekitar 5,8 juta ton, menjadi 7,2 juta ton. � �

Dari sisi bisnis, serapan domestik tadi menurut Gulat, akan membikin orang yang tadinya berencana memainkan harga CPO�--- dengan asumsi bahwa CPO Indonesia akan over produksi --- langsung gigit jari.�

Dan dengan peningkatan serapan itu pula, negara enggak perlu lagi mengirim duit ke negeri orang demi membeli solar. "Kita sudah nyaris tak membeli solar lagi, bahkan sejak 2019," katanya.�

Yang luar biasanya lagi kata Ketua Bravo 5 Riau ini, permintaan minyak sawit dan turunannya di masa pandemi, malah melonjak tajam.�

Alhasil, harga CPO pun alamaaak, mencatatkan sejarah baru. Oleh tingginya harga ini, devisa yang didapat negara meningkat, pungutan ekspor (leavy) terdongkrak. Soalnya pemerintah sudah memberlakukan progresif.�

"Pungutan ini buat siapa? Untuk rakyat juga. Untuk riset, Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), pengembangan, hilirisasi dan sarana prasarana. dapat double petani. Dapat harga bagus, program Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang mengelola dana pungutan itu, pun lancar," lelaki ini tertawa.�

Oleh kedigdayaan sawit tadi, tanaman asal Mauritius Afrika ini pun didapuk menjadi lokomotif ekonomi Indonesia di masa pandemi.�

Baca juga: PASPI: Sawit Itu Penyelamat Hutan, Penabur Duit!

"Emang begitu, di semua daerah penghasil sawit, serangan pandemi enggak berpengaruh. Tengok saja di Riau, di masa pandemi, pembelian otomotif malah naik," ujarnya.�

Sesungguhnya kata Gulat, dunia enggak bisa lagi mengelak dari sawit. "Memang, produksi Sunflower, Soybean dan Rapeseed ada. Tapi barang ini 9,8 kali lebih mahal lho. Kalau dibikin untuk menggoreng pisang, harga gorengan itu jadi Rp42 ribu sepotong, bayangkan!"katanya.�

Lagi pula kata Gulat, sepanjang pandemi, produksi tanaman nabati tadi menurun lantaran terganggu oleh pandemi. Sementara di sawit, lancar-lancar saja.�

Dari semua kenyataan yang ada itu kata Gulat, enggak salah kalau dibilang bahwa mandatori B30 adalah catatan sejarah indah Indonesia untuk menjaga harga TBS.�

"Kalau bicara TBS tentu kita akan bicara petani. Sebab dari 16,38 juta hektar kebun sawit Indonesia, 6,8 juta hektar, milik petani. Berarti mandatori ini telah menjaga hajat hidup sekitar 21 juta orang di dalam negeri dan menjadi posisi tawar Indonesia yang luar biasa di luar negeri," tambahnya. �

Nah, sekarang tinggal lagi kata Gulat, gimana caranya supaya rakyat Indonesia bahu membahu menjaga keberlangsungan industri sawit dan tidak terpengaruh dengan omongan para pembenci sawit.

Sebab apapun ceritanya, dibanding tanaman nabati lainnya, luas lahan yang terpakai oleh sawit masih sangat kecil, hanya sekitar 24 juta hektar di seluruh dunia. Beda dengan tiga tanaman nabati tadi yang sudah menghabiskan lahan mencapai 190,1 juta hektar!�

"Dan ingat, sekarang negara lain mengimpor CPO enggak melulu lagi untuk pangan, tapi mau membikin biodiesel. Biodiesel ini mau dijual lagi. Hehehe..ibarat pepatah Minang, alun takilek, lah takalam di awak (orang baru mau mikir, kita sudah berbuat)," lelaki ini kembali tertawa. �

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :