Berita / Nusantara /

Aspek-PIR Mulai Ancang-ancang Bangun PKS

Aspek-PIR Mulai Ancang-ancang Bangun PKS

Ketua DPD Aspek-PIR Riau, Sutoyo. (Syahrul/Elaeis)


Pekanbaru, elaeis.co - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspek-PIR) Indonesia tengah persiapkan diri menggandeng para pelaku usaha untuk membangun pabrik kelapa sawit (PKS). Hal ini merupakan salah satu upaya menyikapi terus merosotnya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Nusantara.

Rencana itu menjadi salah satu pembahasan dalam gelaran rapat kerja DPD I Aspek-PIR Riau di Citytel Hotel, Pekanbaru, Kamis (30/6). Acara yang juga dihadiri langsung oleh Ketua Umum Aspek-PIR, Setiyono dan Ketua DPD Aspek-PIR Riau, Sutoyo itu bertujuan untuk mendorong koperasi membangun industri kelapa sawit dari hulu hingga hilir berbasis saham petani.

"TBS yang cenderung tidak kondusif itu kan komponen penyebabnya banyak. Misalnya kelangkaan minyak goreng beberapa waktu lalu hingga mendesak presiden menutup ekspor CPO. Akhirnya justru berdampak pada pelaku usaha hingga petani," katanya Sutoyo saat berbincang bersama elaeis.co.

Melihat petani yang selalu menjadi korban dan tumbal, maka Aspek-PIR kata Sutoyo akan mencoba menggandeng para pelaku usaha yang berkenan kerja sama dengan para koperasi. Jadi dari koperasi primer menjadi koperasi sekunder. Nantinya akan ada kolaborasi antara pemilik modal dan petani yang diwakili oleh koperasi sekunder dalam produksi TBS.

Konsep ini kata pria yang masih kental dengan logat jawanya itu, diadopsi dari adanya Surat Keputusan (SK) tiga menteri yang dituangkan dalam program transmigrasi silam. 

Kala itu petani Aspek-PIR yang merupakan pelau sejarah dijanjikan bahwa setiap petani yang ikut program itu dan berhasil menyelesaikan biaya pembangunan kebun, maka perusahaan wajib memberikan kesempatan kepada petani memiliki saham. Minimal sebesar 5%-15%. Namun hingga saat ini tidak pernah terjadi.

"Saat ini kami mencoba meminta hak kami kembali. Sebab jika tidak ada petani, maka perusahaan tidak bisa buka perkebunan," paparnya.

Sebab lanjut Sutoyo, kala itu perusahaan diberikan kesempatan oleh pemerintah untuk membangun kebun kelapa sawit dengan bantuan bank dunia. Kala itu bagi-baginya 80% kebun plasma dan 20% kebun inti beserta PKS-nya.

"Ketentuan itu tidak pernah dilaksanakan. Sehingga kami pelaku sejarahnya di generasi kedua ini punya keinginan meminta hak. Kita sudah pernah mencoba meminta kepada mitra lama tapi justru tidak mendapat ruang dan respon. Maka, kita cari mitra baru untuk berbagi saham petani 30% dan mitra 70%," tuturnya.

Upaya ini menurut Sutoyo sangat potensial untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Sebab petani tidak hanya sekedar menjual TBS saja, tapi juga memiliki saham bahkan tidak kecil kemungkinan dapat bergabung dalam proses refinery

"Jadi petani terlibat langsung. Dengan begitu harga hasil kebun petani tetap aman dan tidak mudah terpengaruh dampak-dampak kebijakan seperti saat ini," pungkasnya.

Komentar Via Facebook :