Berita / Feature /
Asam Garam Hidup Purnomo
Purnomo saat menyetiri truk pengangkut sawit. foto: hermansyah
Dia sudah merasakan situasi paling pahit selama menjadi sopir truk pengangkut Tandan Buah Segar (TBS) di kawasan Kampar, Provinsi Riau.
Purnomo. Lelaki 48 tahun ini tidaklah kaya. Tapi apa yang dia inginkan, sudah kesampaian. Dua anaknya bisa bersekolah tinggi, sudah menikah pula. Rumahnya teronggok asri di kawasan Jalan Anggrek Desa Sari Galuh, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Riau. Kebun sawit juga ada.
Tak terkecuali mobil truk keluaran tahun 1992. Mobil inilah yang sempat lama ditunggangi oleh lelaki asal Lampung ini untuk mengais rezeki, hingga kemudian mobil itu dia pensiunkan sejak beberapa tahun lalu.
“Sengaja saya ‘parkirkan’, buat kenang-kenangan,” katanya saat berbincang dengan Elaeis Media Group di kawasan jalan poros kebun sawit milik anggota Koperasi Unit Desa Mandiri Majapahit Jaya, Senin pekan lalu.
Ikut merantau bersama orangtuanya --- menjadi warga transmigrasi pada tahun 1988 --- jadi babak baru kehidupan anak ketiga dari empat bersaudara ini di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Majapahit --- sebelum kemudian UPT ini berubah nama menjadi Desa Sari Galuh --- yang dijejali 620 kepala keluarga itu. Mereka tidak hanya berasal dari Lampung, tapi juga dari sejumlah provinsi di Pulau Jawa.
Mula-mula Purnomo yang kala itu masih berumur 12 tahun, masih hanya membantu orang tuanya bertanam palawija di pekarangan rumah transmigrasi berukuran 5000 meter persegi itu.
Namun seiring tanaman kelapa sawit di kebun hasil pembagian dari pemerintah tadi sudah menghasilkan, Pur mulai melirik truk angkutan sawit yang mengangkut hasil panen ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Sei Galuh, sekitar 12 kilometer dari kebun. Pabrik itu milik PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) V.
Perusahaan plat merah yang kini berubah nama menjadi Regional 3 PTPN IV ini pula yang membina para warga transmigrasi ini, termasuk yang bertanggungjawab membangun dan merawat kebun seluas 1.240 hektar milik warga itu, hingga tiba saatnya diserahterimakan.
Agar urusan petani dengan perusahaan lebih lancar, dibentuklah Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Mojopahit Jaya sebagai wadah para petani. KUD pula yang menyiapkan sejumlah truk angkutan yang membikin Pur kepincut. “Dari kecil saya sudah senang dengan truk-truk angkutan,” tertawa lelaki ini berterus terang.
Meski baru hanya bisa menjadi kernet, tak masalah baginya. Termasuk harus memuat kembali Tandan Buah Segar (TBS) yang terjatuh lantaran jalan yang dilalui kala itu masih banyak yang rusak dan berlumpur, atau dia harus pasang dongkrak lantaran mobil terpuruk alias terperosok, dan atau harus membongkar buah yang ada di mobil untuk dibuang lantaran sudah busuk akibat mobil tak juga bisa keluar dari tempatnya terpuruk, Purnomo tak ambil pusing.
Harapannya agar sepulang mengantar TBS dari pabrik dikasi Agus Tea dia menyetiri mobil pulang ke Majapahit, mengalahkan semua rasa capek dan lelah yang ada. “Lama juga saya jadi kernet baru diajari nyetir. Setelah 3 tahun jadi kernet lah. Saat pertama akan diajari Pak Agus, saya senang sekali,” kenangnya.
Selengkapnya baca Elaeis Magazine edisi September 2024







Komentar Via Facebook :