Berita / Nasional /
Arif Satria Dilantik Jadi Kepala BRIN, Inilah Sosok di Balik Sawit Berkelanjutan Indonesia
Jakarta, elaeis.co - Presiden RI Prabowo Subianto resmi melantik Prof. Arif Satria sebagai Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11).
Pelantikan ini sekaligus menetapkan Amarulla Octavian sebagai Wakil Kepala BRIN melalui Keputusan Presiden Nomor 123/P Tahun 2025.
Prosesi pelantikan berlangsung khidmat. Arif mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden, menandai dimulainya babak baru arah riset Indonesia. Tidak hanya soal penguatan teknologi dan inovasi nasional, pelantikan ini juga menarik perhatian karena rekam jejak Arif yang cukup kuat dalam mendorong sawit berkelanjutan di tanah air.
Usai dilantik, Arif menegaskan bahwa masa depan ekonomi Indonesia sangat bergantung pada riset, kreativitas, dan inovasi.
“Negara yang punya kekuatan riset dan inovasi terbukti punya pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Karena itu, kita harus mempercepat penguatan R&D dan ekosistem inovasi nasional,” ujar Arif.
Figur Arif tidak asing bagi dunia riset dan sektor pertanian. Sebelum ditunjuk memimpin BRIN, ia merupakan Rektor IPB University yang menjabat dua periode (2017–2022 dan 2023–2028).
Di bawah kepemimpinannya, IPB dikenal aktif mendorong transformasi riset dan inovasi, termasuk dalam komoditas strategis seperti kelapa sawit.
Nama Arif semakin mencuat di sektor sawit karena pendekatannya yang menekankan sustainability dan nilai tambah. Alih-alih fokus pada isu produksi saja, ia membawa perspektif baru bahwa sawit Indonesia harus dikelola dengan basis sains, ramah lingkungan, dan tetap menguntungkan petani.
Beberapa kontribusi Arif terhadap pengembangan sawit berkelanjutan selama memimpin IPB cukup terasa di industri. Ia dikenal sebagai sosok yang memperkuat fondasi sains dan data untuk melahirkan kebijakan sawit hijau.
Fokusnya bukan lagi memperluas kebun besar-besaran, tetapi menggenjot produktivitas melalui benih unggul, efisiensi pemupukan, dan teknologi presisi. Pendekatan berbasis riset ini kemudian banyak dijadikan rujukan pemerintah maupun pelaku industri dalam menyusun strategi keberlanjutan.
Di sisi lain, Arif ikut mendorong lahirnya inovasi turunan sawit agar nilai ekonominya tidak berhenti pada bahan mentah.
Di masa kepemimpinannya, IPB semakin serius menggarap riset hilirisasi, mulai dari biofuel, bioplastik, biomaterial, hingga produk pangan berbahan sawit yang ramah lingkungan. Banyak karya mahasiswa dan penelitinya yang akhirnya berkembang menjadi produk komersial dan melahirkan startup inovasi.
Perhatian Arif juga kuat pada nasib petani rakyat. Ia berupaya agar petani sawit tidak hanya bertahan sebagai pemasok TBS, melainkan naik kelas lewat akses teknologi, pendampingan sertifikasi ISPO, dan peluang pengolahan skala UMKM.
Dengan begitu, ekonomi petani diharapkan bisa terdongkrak tidak hanya dari hasil panen, tetapi juga dari nilai tambah yang dikelola di level desa.
Saat tekanan global terhadap sawit memuncak dan kampanye hitam menghantam Indonesia, Arif kerap tampil sebagai suara akademisi yang didengar di dunia internasional.
Ia membawa isu sawit ke forum global dengan menyodorkan data ilmiah, bukan retorika, sehingga citra sawit Indonesia dibela dengan lebih meyakinkan dan berbobot.
Modal rekam jejak inilah yang membuat publik memiliki ekspektasi besar saat Arif kini menahkodai BRIN.
Banyak kalangan berharap, lembaga riset negara di bawah kepemimpinannya mampu menjadi motor inovasi yang benar-benar terhubung dari hulu ke hilir—termasuk untuk sawit yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi dan sumber nafkah bagi jutaan keluarga di Indonesia.







Komentar Via Facebook :