https://www.elaeis.co

Berita / Feature /

Apkasindo, Riwayatmu Kini

Apkasindo, Riwayatmu Kini

Ketua Umum Apkasindo, Ir. Gulat Medali Emas Manurung, MP,. C.APO. Foto: Ist


Jakarta, elaeis.co - Penasaran dengan kelapa sawit yang kini jadi icon utama republik ini, ajaklah lelaki 48 tahun ini ngobrol.�

Segelas kopi bakal dia suguhkan, lika-liku sawit bakal dihamparkan. Mulai dari pahit manis perjalanan petani kelapa sawit swadaya, hingga hitungan duit untuk membersihkan lahan, menanam hingga produksi.

Gimana akal bulus pabrik-pabrik kelapa sawit nakal untuk membikin harga Tandam Buah Segar (TBS) kelapa sawit petani lebih murah, bakal jadi bonus cerita.� �

Itulah Ir. Gulat Medali Emas Manurung, MP,.C.APO. Walau jabatannya Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), ayah dua anak ini tetap saja petani tulen. Sederhana dan ngomong apa adanya, jadi ciri khas anak Siantar ini, ciri khas petani, tepatnya.�

Dan dari waktu kuliah, auditor Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ini sudah terbiasa dengan lumpur dan berondolan. Soalnya semua tentang kelapa sawit dia mulai dari nol.�

"Dari pahit manisnya pengalaman lapangan itulah makanya saya dedikasikan waktu, tenaga, pikiran dan duit yang saya punya untuk petani kelapa sawit Indonesia. Saya tak ingin petani terus-terusan merasakan kegetiran itu," kata Gulat saat berbincang dengan elaeis.co, kemarin.�

Sejenak lelaki ini terdiam. Tatapannya menerawang jauh, berusaha menyembunyikan genang yang mulai muncul di kelopak matanya.�

"Jadi terbayang lagi masa-masa sulit saya dulu, sawit awal-awal bertanam kelapa sawit ini," suara lelaki ini nyaris tenggelam dalam hela napas panjangnya.��

Tak ada yang berlebihan dengan sikap lelaki ini. Sebab sekarang pun, sepanjang menjadi Ketua Umum DPP Apkasindo, sepak terjang lelaki ini sudah diakui banyak orang.�

Mulai dari tegas-tegasan melawan intervensi dan isu yang ditabur oleh asing hingga berdebat dengan penggiat lingkungan di Madrid (Spanyol), Zurich (Swiss) dan Amsterdam (Belanda) terkait kelapa sawit sudah dia lakoni.�

Di dalam negeri, dia bersama timnya menggeber Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), mengurai dan meminta pemerintah bersikap tegas terhadap kebun swadaya dalam klaim kawasan hutan, menyodorkan pola pembinaan hingga metoda penetapan harga TBS petani, dijabani. Yang terbaru, menyodorkan skema hilirisasi TBS Petani.�

Sederet kerja sama yang menguntungkan petani juga sudah dia bikin. Mulai dari menggandeng Pusat Penelitan Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Dami Mas, Topaz, hingga menggandeng Surveyor Indonesia dan Mutu Agung untuk urusan lahan.�

"Saat ini petani kelapa sawit swadaya sudah generasi kedua, kami harus naik kelas. Itulah makanya kami buat slogan 'SETARA'," katanya.�

Ketua Bravo 5 Provinsi Riau ini tak malu bilang kalau apa yang dia lakukan bersama timnya itu tidak lepas dari pengaruh gaya kepemimpinan Presiden Jokowi yang humble.�

"Sekelas presiden saja mau mengurusi printil-printil yang ada di masyarakat. Masa kita enggak bisa? Tengoklah soal PSR, agraria dan masih banyak lagi yang lain. Bagi saya itu bukan pencitraan, tapi memang begitulah gaya kepemimpinan Jokowi. Kepada masyarakat dia lembut, kepada asing dia keras," ujar Gulat.

Khusus soal PSR tadi kata Gulat, Jokowi enggak hanya menanam perdana, tapi rutin memantau dan meminta penjelasan tentang perkembangan kebun-kebun yang di-PSR itu, "PSR ini tak plototin" Jokowi selalu bilang begitu.� � � �

Dan Gulat bukan mau memuji-muji, bahwa setelah Jokowi jadi presiden lah petani swadaya dapat perhatian khusus dan sejak Jokowi jadi presiden lah kelapa sawit menjadi tanaman yang sangat seksi.��

Selain menaikkan besaran hibah PSR dari Rp25 juta menjadi Rp30 juta perhektar kata Gulat, Jokowi juga menggeber pencapaian PSR itu. Sampai 2023, 500 ribu hektar lahan petani harus sudah di-PSR.

Sesungguhnya kata Gulat, PSR tidak hanya menyiapkan track ekonomi Indonesia menjadi lebih baik, tapi justru daerah-daerah yang komoditinya kelapa sawit dan akhirnya berdampak positif secara nasional.

PSR kata Gulat, tidak sekadar mengganti tanaman lama ke tanaman baru, tapi PSR adalah menggenjot produksi tanpa memperluas lahan. Tanaman hasil PSR musti bisa menghasilkan 2 ton perhektar perbulan. Inilah roh PSR itu; intensifikasi.�

Target ini jauh di atas hasil yang biasa didapat petani; hanya sekitar 400-500 kilogram perhektar perbulan.�

Biar target itu kesampaianlah makanya semua proses soal tanaman sawit ini ditata. Mulai dari bibit, tehnik penanaman, perawatan, hingga pola panen, dibenerin.�

Terus, 14 syarat PSR yang tadinya bikin ribet dipangkas menjadi dua; Legalitas lahan dan identitas petani.�

"Presiden Jokowi sangat jeli soal data; 41% (6,9 juta hektar) sawit Indonesia dikelola oleh petani. Kalau produksi sawit petani meningkat, otomatis 21 juta masyarakat Indonesia yang notabene petani dan pekerja di sektor kelapa sawit, akan sejahtera. Itulah makanya semua urusan dipermudah tanpa melanggar aturan yang ada," Gulat merinci.� ��

Nah, kalau hitungan-hitungan tadi enggak juga� membikin pemerintah daerah ngiler dengan PSR kata Gulat, kebangetan namanya.�

"Iya, memang kebangetan. Pemerintah pusat sudah ngasi hibah ke petaninya untuk membikin kebun jadi produktif. Lima ribu hektar saja lahan petani diguyur duit hibah itu, berarti sudah Rp150 miliar duit yang sampai ke tangan petani. Coba kalau duit itu diambil dari APBD, kapan bisanya?" sindir Gulat.�

Dan satu lagi, jika yang 5.000 hektar tadi milik 2.500 kepala keluarga, berarti sudah sebanyak itu pula petani yang nilai asetnya membengkak.�

Soalnya lantaran tidak produktif nilai ekonomis lahan hanya Rp40 juta perhektar, setelah produktif menjadi Rp150 juta perhektar. Ini berarti, sudah Rp750 miliar aset petani di daerah itu.�

"Coba! kurang apa lagi. Kalau untuk sosialisasi dan mengarahkan petaninya ikut PSR saja tak bisa dengan alasan anggaran tak ada, ke laut sajalah kepala daerah kayak gitu," suara Gulat terdengar tegas.�

Masih soal Jokowi tadi, saat asing coba-coba membikin masalah dengan Indonesia terkait sawit, Jokowi dengan enteng bilang "kita bikin biodiesel saja. Dipakai di dalam negeri,".

"Sekarang biodiesel sudah sampai pada level B30. B30 ini sangat berdampak lho kepada petani. Saat ini enggak ada lagi harga TBS petani yang dibawah Rp1.000 perkilogram," katanya.�

Kalau biodiesel ini enggak ada kata Gulat, mungkin sepanjang pandemi, sawit akan tiarap. Ini berarti, petani juga akan tiarap. Ujung-ujungnya 21 juta masyarakat terkait ke sawit, bangkrut.�

Tapi yang terjadi apa, di saat yang lain tiarap, sawit justru semakin tegar dan sehat. Buktinya, kelapa sawit melesak menjadi juara devisa negara dengan gelontoran duit Rp363 triliun!�

Sepintas kata Gulat, cara Jokowi tadi sangat sederhana. Tapi program biodiesel ini justru menjadi tamparan keras kepada arogansi asing.

Di dalam negeri, selain menjadi sumber ketahanan energi, juga mengurangi ketergantungan impor solar yang justru menguntungkan asing.

Tapi sayang, masih ada saja orang di dalam negeri yang berkoar tak sedap soal Biodiesel ini. "Ada yang bilang biodiesel ini menguntungkan pengusaha tertentu. Petani mensubsidi pengusaha. Yang bener sajalah!" kata Gulat.�

Lelaki ini kemudian merinci bahwa untuk membikin Crude Palm Oil (CPO) menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME), pakai duit. Katakanlah seliter CPO Rp8000, lalu ongkos untuk membikin FAME sekitar Rp2000-Rp3000 perliter. Ambillah patokan Rp3000.

"Ini saja nilainya sudah Rp11 ribu. Sebab CPO harus dibeli dan ongkos membikin FAME harus ada. Lalu dimananya perusahaan itu disubsidi? Bukankah itu semua biaya? Kalaupun BPDPKS mengeluarkan duit untuk membayar, itu bayaran selisih harga. Membayar biodiesel untuk kepentingan masyarakat umum dan Negara," Gulat mengurai.� � �

Kini, di usia Apkasindo yang sudah berumur 20 tahun kata Gulat, memang masih ada sederet persoalan yang belum selesai.�

Masalah utama itu adalah klaim kawasan hutan yang berdampak pada sertifikat ISPO yang musti dimiliki petani swadaya tahun 2025 mendatang.�

"Kalau klaim kawasan hutan itu sudah beres, maka bereslah kendala petani untuk mengurus sertifikat ISPO itu," katanya.��

Meski resah, petani kata Gulat sangat yakin kalau Jokowi tak akan pernah punya niat meninggalkan, apalagi sampai menyengsarakan rakyatnya.�

"Kami sangat yakin presiden akan memberikan yang terbaik untuk kami petani sawit Indonesia, kami sangat yakin itu," suara lelaki ini bergetar.�

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :