https://www.elaeis.co

Berita / Bisnis /

IPOC 2025

Analis Sebut Minyak Kedelai Mengejar, Sawit Indonesia Harus Siap Bertarung

Analis Sebut Minyak Kedelai Mengejar, Sawit Indonesia Harus Siap Bertarung

Ilustrasi - dok.elaeis


Nusa Dua, elaeis.co - Di tengah gelaran IPOC 2025 di Nusa Dua, Bali, para analis menyoroti tekanan yang kian terasa bagi industri sawit Indonesia. 

Kompetisi global minyak nabati tidak lagi hanya soal volume produksi, tetapi juga terkait kebijakan perdagangan dan energi yang berubah cepat.

Sathia Varqa, Managing Editor Fastmarkets Palm Oil Analytics, membuka diskusi dengan catatan bahwa sawit masih menjadi minyak nabati paling banyak dikonsumsi di dunia, namun persaingan semakin ketat. 

“Minyak kedelai, didorong ekspansi besar-besaran di Amerika Serikat dan Brasil, dua negara yang kini memasok 70 persen kedelai global menjadi pesaing paling agresif,” ujarnya di ruang konferensi.

Menurut Sathia, tahun 2026 akan ditentukan oleh tiga poros utama yaitu rezim perdagangan internasional, transisi energi global, dan kebijakan domestik Indonesia. 

Di Eropa, regulasi keberlanjutan seperti RED Directive dan biofuel mandates memperketat akses ekspor. Sementara Amerika Serikat memberlakukan tarif yang, meski dampaknya terbatas pada sawit karena impor AS relatif kecil, tetap memengaruhi perdagangan global.

Di dalam negeri, produksi sawit Indonesia menunjukkan tren positif. Data Januari–Agustus 2025 mencatat kenaikan 4,21 persen, membuka peluang pertumbuhan lebih tinggi pada 2026. 


Namun, Sathia menekankan bahwa momentum ini baru bisa dimanfaatkan bila tata kelola dan kebijakan lahan diperkuat. 

“Indonesia tetap menjadi penentu pasokan dunia. Tetapi momentum itu tidak otomatis—ia akan lahir dari keputusan kebijakan,” katanya.

Pandangan tambahan datang dari Oscar Tjakra, Executive Director Rabobank Global RaboResearch Food & Agribusiness, yang menyoroti perbedaan tarif antara Indonesia dan Malaysia. 

Selisih ini memberi Malaysia peluang mengekspor lebih banyak produk olahan sawit, seperti RBD olein dan stearin. Meski begitu, permintaan minyak nabati di Amerika Serikat tetap meningkat, terutama dari industri makanan olahan. 

“Sawit masih yang paling kompetitif dibanding kedelai dan bunga matahari,” jelasnya.

Oscar juga menekankan bahwa perlambatan ekspor sawit tidak semata karena hambatan internasional. Program mandatori biodiesel Indonesia, yang menyerap sebagian besar produksi untuk energi domestik, juga menjadi faktor penting. 

Prediksi menyebut program B50 pada 2028 akan memperketat pasokan global, yang secara tak langsung bisa memperkuat posisi sawit Indonesia dibanding minyak kedelai. Namun, begitu kebijakan energi di negara lain dilonggarkan, kompetisi diperkirakan akan kembali meningkat.

Di IPOC 2025, benang merah yang terlihat jelas adalah bahwa sawit Indonesia harus siap bertarung: memperkuat tata kelola, menyesuaikan kebijakan energi, dan menghadapi persaingan global yang makin dinamis.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :