https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Amankan Target Mandatori B50, APROBI Desak Penambahan CPO Minimal 4 Juta KL

Amankan Target Mandatori B50, APROBI Desak Penambahan CPO Minimal 4 Juta KL

Biodiesel berbahan baku sawit. Foto: ist.


Jakarta, elaeis.co – Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) meminta penambahan kapasitas produksi biodiesel nasional sekitar 4 juta kiloliter (KL). Dorongan ini disampaikan seiring rencana pemerintah yang menargetkan implementasi mandatori biodiesel B50 pada 2026.

Dikutip dari laman IPOSS, Selasa (19/8), pihak APROBI menegaskan bahwa tambahan kapasitas sangat krusial agar kebutuhan bahan baku tidak terhambat saat B50 mulai diberlakukan. Meski saat ini kapasitas produksi CPO sudah besar, tetapi dengan target B50 dibutuhkan tambahan minimal 4 juta KL lagi agar pasokan tetap aman.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya telah menetapkan alokasi biodiesel 2025 sebesar 15,6 juta KL. Alokasi tersebut didesain untuk menopang implementasi program B40 sekaligus menjadi jembatan menuju B50 pada 2026. Studi teknis untuk memastikan kesiapan infrastruktur dan pasokan juga tengah disusun.

Mandatori B50 menjadi bagian dari strategi transisi energi nasional, terutama untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Melalui bauran biodiesel yang lebih tinggi, pemerintah berharap emisi karbon bisa ditekan, sekaligus memperkuat hilirisasi sawit dalam negeri.

Meski optimistis, sejumlah pelaku industri menyoroti tantangan pada ketersediaan bahan baku. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menilai pasokan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) masih perlu dijamin dengan peningkatan produksi Crude Palm Oil (CPO).

Di sisi lain, kondisi pasar global juga ikut memengaruhi arah kebijakan biodiesel. Pada Juli 2025, Indonesia dan Amerika Serikat mencapai kesepakatan perdagangan yang menurunkan rencana tarif biodiesel asal Indonesia menjadi 19 persen, lebih rendah dari ancaman 32 persen. Namun, rincian pengecualian produk masih dalam tahap negosiasi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Juni 2025 mencapai USD 23,44 miliar, tumbuh 11,29 persen dibanding periode sama tahun lalu. Kenaikan ini didorong ekspor lemak dan minyak nabati, termasuk CPO, yang naik 22,05 persen.

Pemerintah juga menyesuaikan skema pembiayaan program biodiesel melalui pungutan ekspor CPO. Kementerian Keuangan bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) menetapkan pungutan sebesar 4,5–10 persen dari harga referensi. Dana ini digunakan untuk menutup selisih harga antara CPO dan solar agar harga biodiesel tetap kompetitif.

Namun, saat harga CPO tinggi, pungutan berpotensi menekan biaya produksi. Hal ini membuat koordinasi antara pemerintah, APROBI, GAPKI, dan pelaku usaha sawit menjadi kunci keberhasilan.

Selain fokus di dalam negeri, pemerintah juga tengah mempercepat penerapan sistem ketertelusuran (traceability) menjelang berlakunya European Union Deforestation Regulation (EUDR) pada akhir 2025 hingga 2026. Langkah ini diperlukan agar produk sawit Indonesia tetap bisa menembus pasar ekspor Eropa tanpa hambatan.

Dengan berbagai langkah strategis, APROBI menegaskan bahwa penambahan kapasitas produksi 4 juta KL menjadi syarat utama agar mandatori B50 tidak sekadar ambisi, melainkan benar-benar terealisasi pada 2026.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :