Berita / Serba-Serbi /
Akibat Sertifikasi RSPO, Muncul Istilah Tangkap Satu Tebar Seribu
Sepanjang 800 meter aliran Sungai Batang Pengabuan yang mengalir di Desa Sungai Rotan, Jambi, ditetapkan sebagai lubuk larangan. Foto: Yayasan Setara Jambi
Jambi, elaeis.co - Ribuan ikan semah memenuhi sepanjang 800 meter Sungai Batang Pengabuan yang mengalir di Desa Sungai Rotan, Kecamatan Renah Mendaluh, Kabupaten Tanjungjabung Barat, Jambi. Sejak 2015 ikan-ikan di sungai itu dibiarkan berkembang biak tanpa ada yang boleh mengganggu. Masyarakat dan pemerintah setempat menetapkan aliran sungai itu sebagai lubuk larangan.
“Lubuk larangan adalah efek dari edukasi tentang pentingnya pelestarian lingkungan di dalam sertifikasi RSPO. Sertifikasi ini mengarahkan agar petani tidak hanya fokus pada produktivitas lahan sawit mereka lalu abai dengan keberlanjutan lingkungan. Termasuk bagaimana menjaga kelestarian sungai,” kata Baya Zulhakim, Direktur Yayasan Setara Jambi kepada elaeis.co dua hari lalu.
Ia melanjutkan, sungai termasuk Nilai Koversi Tinggi (NKT) sehingga para petani harus diajak agar berkomitmen untuk mengubah perilaku. Yang sebelumnya mencuci bekas pestisida di sungai, menanam sawit di pinggir sungai, meracun ikan, dan aktivitas-aktivitas lain yang mencemari sungai harus ditinggalkan.
“Dengan adanya lubuk larangan, maka warga sekitar diajak berkomitmen untuk menjaga kelestarian sungai,” jelasnya.
Ikan semah merupakan ikan yang dulunya mudah ditemukan di sungai-sungai di Kerinci, namun kini sudah mulai langka. Ikan ini menyukai aliran sungai berarus deras. Inisiatif lubuk larangan menjadi salah satu upaya menjaga kelestarian ikan semah.
Ide lubuk larangan muncul usai perayaan hari kemerdekaan pada Agustus 2015. Saat itu warga Sungai Rotan yang merupakan anggota Forum Petani Swadaya – Merlung Renah Mendaluh (FPS-MRM) memeriahkan tujuh belasan dengan menggelar lomba menembak ikan di aliran Sungai Batang Pengabuan.
Berselang 22 hari kemudian, para petani yang pada saat itu dalam proses sertifikasi RSPO mencetuskan ide membuat lubuk larangan untuk menyelamatkan populasi ikan. Musyawarah di Kantor Desa Sungai Rotan 6 September 2015 memutuskan sepanjang 800 meter aliran sungai Batang Pengabuan ditetapkan sebagai wilayah sakral yang tidak boleh dijamah sehingga ikan-ikan bisa berkembang biak dengan bebas.
Di sepanjang lubuk larangan dibuat spanduk bertuliskan ‘Tangkap satu, tebar seribu’ sebagai peringatan terkait sanksi bagi yang menangkap ikan. Lubuk larangan hanya akan dibuka sekali dalam tempo 5 tahun. Pada waktu yang disepakati, lubuk larangan akan dibuka dan seluruh masyarakat bebas menangkap ikan sepuasnya.
“Kami senang karena inisiatif kami didukung banyak pihak, mulai dari balai benih ikan sampai pemerintah kabupaten dan provinsi pun mendukung,” ujar Suseno, pengawas Internal Control System (ICS) FPS-MRM.
Menurutnya, ribuan bibit ikan disumbangkan oleh berbagai pihak waktu peresmian lubuk larangan. “Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi menebar sebanyak 5.000 ikan semah, 1.000 ikan nila dan 1.000 ikan Lele dari Yayasan Setara Jambi, 2.000 ikan nila dan lele dari Masyarakat Sungai Rotan, dan 2.000 ikan gurami dari masyarakat, pemuda dan BPD,” bebernya.
Inisiatif pelestarian lingkungan sungai ini mengusung moto ‘Sungaiku Jernih, Ikanku Banyak’. Upaya ini tentunya sejalan pula dengan konsep sawit berkelanjutan dan petani FPS-MRM berhasil mendapatkan sertifikat RSPO pada November 2017. Juni 2021 lalu, 760,68 hektare kebun sawit milik 329 petani FPS-MRM sudah diresertifikasi RSPO.
Kini tak hanya Sungai Batang Pengabuan yang menjadi ruang bermain bebas bagi ikan-ikan. Sepanjang 600 meter sungai di Desa Rantau Benar juga ditetapkan sebagai lubuk larangan. Sungai itu menjadi bebas dari pencemaran, dan industri kelapa sawit di sekitarnya tak lagi menjadi kambing hitam.







Komentar Via Facebook :