Berita / Nasional /
Agrinas dan Wamenlu Bahas Strategi Diplomasi Sawit Hadapi EUDR
Wamenlu RI, Arif Havas Oegroseno, menerima perwakilan PT Agrinas. Foto: ist.
Jakarta, elaeis.co – Pimpinan PT Agrinas Palma Nusantara (Persero), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor perkebunan sawit, menyambangi Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan berdialog langsung dengan Wakil Menteri Luar Negeri (wamenlu) RI, Arif Havas Oegroseno. Pertemuan ini membahas tantangan dan strategi menghadapi regulasi anti deforestasi Uni Eropa (EU Deforestation Regulation/EUDR).
Wamenlu Havas, diplomat senior yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Uni Eropa dan Jerman, menyambut baik langkah Agrinas untuk memperkuat komitmen terhadap keberlanjutan.
“Kalau bicara mengenai sawit, apalagi untuk ekspor, harus ada kejelasan status hukum tanah. Legalitas dan traceability (keterlacakan) bukan hanya isu teknis, melainkan bagian dari diplomasi berbasis data dan kepatuhan hukum yang makin dominan di Eropa,” kata Havas dalam keterangannya dikutip Rabu (4/6).
Havas menekankan bahwa Indonesia sudah punya modal kuat dalam praktik keberlanjutan. Ia menyebut Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai contoh sukses diplomasi produk kehutanan yang diakui internasional. Hal serupa, lanjutnya, seharusnya juga terjadi pada kelapa sawit melalui penguatan implementasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
“Produk kayu kita bisa menunjukkan hubungan hukum antara tanah, pohon, dan proses produksi. ISPO harus bisa seperti itu juga,” tambahnya.
Menurut Havas, keberhasilan melawan diskriminasi sawit bukan hanya dari negosiasi antar negara, tapi dari kualitas narasi dan bukti yang dimiliki pelaku usaha. Ia mengingatkan bahwa diplomasi masa kini bukan sekadar pertemuan meja bundar, melainkan upaya konsisten menghadirkan transparansi, etika, dan data.
“Ketika kita bicara tentang keberlanjutan, kita harus bicara dengan data dan bukti. Hukum internasional melindungi hak negara berkembang untuk membangun,” ujarnya, mengutip prinsip non-diskriminasi dalam WTO yang kerap ia gunakan sebagai dasar argumen dalam forum internasional.
Isu pekerja sawit juga tak luput dari perhatian. Havas menggarisbawahi pentingnya memastikan kesejahteraan dan hak buruh sawit, termasuk perlakuan adil, upah sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan, serta kebebasan berserikat.
“Itulah yang akan dilihat oleh mitra internasional kita. Karena sawit bukan hanya soal produk, tapi juga tentang manusia yang mengolahnya,” tegasnya.
Pihak Agrinas yang dipimpin oleh Kepala Divisi Komunikasi dan Kelembagaan, Renaldi Zein, memaparkan program pelatihan petani, konservasi keanekaragaman hayati, transparansi rantai pasok, serta perlindungan hak tenaga kerja yang telah dilakukan perusahaan, sebagai bukti komitmen terhadap praktik agribisnis berkelanjutan.
“Kami menjunjung tinggi prinsip tata kelola yang baik. Standar RSPO dan ISPO bukan hanya syarat ekspor, tapi fondasi etika bisnis kami,” tegasnya.
Kebijakan EUDR sendiri telah menjadi momok bagi eksportir sawit Indonesia. Regulasi ini mewajibkan sejumlah komoditas kehutanan dan pertanian menunjukkan bukti tidak berasal dari deforestasi atau degradasi hutan, dan dibarengi dengan kejelasan legalitas lahan.







Komentar Via Facebook :