Berita / Sumatera /
Agar Produknya Berdaya Saing, Puluhan Pekebun Sawit Ikut Pelatihan Teknis ISPO
Pelatihan teknis ISPO bagi pekebun sawit di Jambi. foto: ist.
Jambi, elaeis.co - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Ditjenbun Kementan) bersama PT Sumberdaya Indonesia Berjaya (SIB) mengelar ‘Pelatihan Teknis ISPO bagi Pekebun Kelapa Sawit Provinsi Jambi'. Kegiatan ini berlangsung 10-15 Juli 2023.
Direktur Perlindungan Perkebunan Ditjenbun, Hendratmojo Bagus Hudor, mengatakan, kontribusi industri kelapa sawit sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut data BPS, ekspor produk pertanian tahun 2022 mencapai Rp 640,56 triliun, 95% merupakan sumbangan dari sub sektor perkebunan dan 70% merupakan kontribusi dari ekspor produk kelapa sawit dan turunannya.
Selain penghasil devisa yang sangat besar, sawit juga menyediakan jutaan lapangan kerja. “Ke depan pengelolaannya terus didorong agar lestari dan berkelanjutan, produktivitasnya meningkat demi kesejahteraan pekebun,” katanya.
Menurutnya, tutupan lahan sawit Indonesia mencapai 16,38 juta hektar, 6,9 juta hektar diantaranya dikelola oleh petani. “Kurang lebih 2,8 juta hektar kebun sawit rakyat itu saat ini masuk usia peremajaan, sudah tua dan produktivitasnya sangat rendah,” jelasnya.
Selain peremajaan tanaman tua, menurutnya, peningkatan produksi dan pembangunan tata kelola sawit lestari berkelanjutan juga harus dilakukan dengan mencetak petani yang handal dan kompeten. Itu sebabnya perlu dilakukan pelatihan pengembangan sumber daya manusia (SDM) dengan pengenalan Good Agricultural Practices (GAP) kepada petani.
"Produktivitas kebun sawit rakyat baru mencapai 3-4 ton CPO per hektar, padahal potensinya 6 hingga 7 ton per hektar. Masih perlu kerja keras untuk meningkatkan produktivitas, salah satunya melalui program peremajaan sawit rakyat (PSR) yang didanai oleh BPDPKS,” tukasnya.
Untuk meningkatkan daya saing di pasar global, pemerintah juga mendorong sertifikasi perkebunan kelapa sawit melalui ISPO. "Sertifikasi ISPO bertujuan menangkal berbagai kritikan dan kampanye hitam yang terus didengungkan oleh Uni Eropa. Mereka terus menghadang sawit dengan berbagai regulasi, sertifikasi ISPO akan menjawab tudingan mereka,” jelasnya.
Direktur Utama PT SIB Andi Yusuf Akbar menambahkan, para pekebun yang menjadi peserta pelatihan sesuai rekomendasi teknis (rekomtek) Ditjenbun sebanyak 36 orang. "Terdiri dari 31 pekebun dari Kabupaten Merangin dan 5 orang dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat,” ungkapnya.
Dia menambahkan, ISPO pertama kali dibuat regulasinya pada tahun 2011 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan. Sertifikasi ISPO diselenggarakan oleh lembaga independen dan dilaksanaan secara transparan yang bertujuan untuk memastikan dan meningkatkan pengelolaan sawit sesuai kriteria ISPO.
"ISPO wajib bagi perkebunan rakyat, perkebunan swasta, dan perkebunan negara. Semuanya wajib memiliki sertifikat ISPO. Namun untuk perkebunan rakyat diberikan masa transisi hingga tahun 2025 guna memenuhi kriteria dan indikator ISPO,” katanya.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Agusrizal mengatakan, Jambi merupakan salah satu provinsi utama penghasil kelapa sawit dengan luas area perkebunan kelapa sawit seluas 1,2 juta dan menempati urutan ke-7 di Indonesia. "64%-nya atau sekitar 600 ribu hektar merupakan perkebunan kelapa sawit milik rakyat," bebernya.
Menurutnya, Pemprov Jambi memandang sektor perkebunan sebagai prioritas utama sehingga perlu terus dilakukan pengembangan kualitas SDM petani agar dapat meningkatkan tata kelola perkebunan sawit.
“Berbagai program dilaksanakan mulai dari pembentukan dan penguatan kelembagaan petani, meningkatkan kualitas SDM petani, peningkatan pada tata kelola usaha perkebunan, penegakan aturan pada usaha perkebunan, dan pemberian bantuan kepada masyarakat terkait sarana dan prasarana perkebunan,” katanya.
Dia menambahkan, saat ini yang menjadi perhatian utama adalah bagaimana memenuhi keinginan pasar minyak sawit, salah satunya sawit bukan produk dari deforetasi hutan. "Maka salah satu caranya adalah melakukan sertifikasi untuk memenuhi keinginan pembeli internasional. Sertifikasi ISPO menjadi perhatian utama untuk memenuhi keinginan pasar internasional,” tambahnya.
Dia meyakini ISPO bisa menjawab keinginan pembeli di pasar global. "Dengan penerapan ISPO baik, akan tercipta tata kelola sawit yang lestari dan berkelanjutan. Tiga hal penting prinsip bisnis yang harus kita miliki adalah kepastian jumlah, kepastian kualitas, dan kepastian keberlanjutan,” pungkasnya.







Komentar Via Facebook :